Tanda Apostrof atau Penyingkat

Halaman : 41
Edisi 68/November2024

Kaidah tanda penyingkat atau apostrof hanya satu, yaitu bahwa tanda apostrof digunakan untuk menunjukkan bagian kata atau bagian angka tahun yang dihilangkan.

Contohnya sebagai berikut.

1) ‘Lah lama kulayangkan surat itu.

2) Jadwal mengajarnya Senin, 24-11-‘14.

Perlu dicatat bahwa penggunaan tanda apostrof seperti pada kalimat (1) dan (2) hanya ada dalam bahasa seni atau dalam tulisan yang lebih bersifat internal. Contoh seperti pada kalimat (1) biasa ada dalam pusisi atau syair lagu. Dalam bahasa tulis resmi seperti dalam laporan atau surat dinas tidak akan digunakan kata ‘lah atau ‘kan yang merupakan bentuk pendek dari telah dan akan. Dalam surat resmi pada bagian tanggal surat angka tahun juga tidak boleh ditulis dengan bentuk singkatnya. Namun, untuk penulisan jadwal kegiatan internal kantor penulisan angka tahun dapat digunakan bentuk pendeknya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada kata baku bahasa Indonesia yang ditulis dengan tanda apostrof. Kata-kata seperti doa, maaf, Jumat, atau Quran ditulis tanpa tanda apostrof. Penulisan kata-kata seperti do’a, ma’af, Jum’at, atau Qur’an dengan apostrof memang pernah berlaku, yaitu pada zaman Ejaan van Ophuijsen yang berlaku tahun 1901—1947. Bahkan, kata-kata seperti ‘amal, ‘ilmu, atau ‘akal juga ditulis dengan tanda apostrof.

Lalu, bagaimana dengan tulisan salam dalam Islam yang ditulis dengan huruf Latin? Tulisan Assalamu ‘alaikum warrahmatullahi wabarakatuh harus pakai tanda apostrof atau tidak? Jawabnya pakai karena salam itu bukan bahasa Indonesia, melainkan bahasa Arab yang ditulis dengan huruf Latin. (LAN)

Sumber: Ejaan, Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2016