Belajar Tuntas Berkualitas dalam Kondisi Terbatas

PENDIDIKAN adalah sebuah urusan yang tidak boleh berhenti dalam kondisi apa pun. Pandemi Covid-19 pun tidak bisa menghentikan layanan pendidikan bagi seluruh anak Indonesia di mana pun mereka berada. Berbagai cara dan metode dicari dan diciptakan agar layanan pendidikan tetap berjalan menemani anak-anak belajar di rumah.

Kita menyadari, kondisi belajar di rumah memang tidak ideal. Perangkat pembelajarannya masih terbatas, orang tua tidak pernah dipersiapkan untuk menjadi pendidik kedua di rumah. Suasana belajar juga berbeda karena interaksi antarpendidik dan siswa kurang optimal. Dengan kondisi ini, interaksi antarsiswa dengan siswa lain juga tidak berjalan. Semuanya berlangsung dengan kondisi yang sangat terbatas. Bahkan, di beberapa daerah, belajar di rumah tidak ada bedanya dengan libur sekolah. 

Dengan kondisi proses belajar-mengajar demikian sulit, diharapkan anak-anak mencapai Kriteria Ketentuan Minimal (KKM) sesuai standar yang ditetapkan pemerintah agar mereka bisa mengikuti pelajaran, kurikulum, dan satuan pendidikan di atasnya. Sangat dipahami hasilnya demikian karena hampir semua indikator proses peningkatan mutu tidak bisa dilaksanakan secara optimal.

Kita berdoa semoga pandemi Covid-19 segera berakhir. Jika tidak, kita perlu menerapkan pola pembelajaran baru. Dengan asumsi tahun ajaran baru tetap dimulai pertengahan bulan Juli 2020, harapannya kondisi sudah mulai normal kembali. Insyaallah.

Apa yang harus dilakukan agar para siswa siap belajar mengikuti kurikulum dan satuan pendidikan di atasnya secara lancar dengan kualitas yang baik?

Tentu, para kepala dinas dan kepala sekolah sedang memutar otak menyusun strategi bagaimana agar kualitas pendidikan di daerahnya tidak turun. Penurunan kualitas pendidikan berarti akan terjadi lost generation, di mana pada tahun tertentu kualitas sumber daya manusia (SDM) turun. Tentu kejadian ini tidak diinginkan dan kita harus mencari jalan keluar agar kualitas SDM kita tetap baik.

Lost generation bukan berarti hilangnya satu generasi, tetapi terjadi suatu kondisi di mana pada tahun tertentu kualitas SDM turun disebabkan proses belajar tidak optimal. Ketidakoptimalan ini menyebabkan hasil lulusannya tidak maksimal. Sekali lagi, ini tidak boleh terjadi dan harus dihindari.

Strategi apa yang bisa kita lakukan pada tahun ajaran baru nanti?

Salah satu strategi pembelajaran yang bisa dipilih adalah melakukan bridging course (matrikulasi) dengan waktu yang lebih panjang dari biasanya. Matrikulasi ini tidak menambah waktu tahun akademik yang sudah ditentukan pemerintah, yaitu mulai pertengahan bulan Juli. Akan tetapi, memanfaatkan waktu yang ada untuk menyiapkan para siswa agar siap belajar kurikulum yang diajarkan atau belajar di satuan pendidikan di atasnya.

Bagaimana caranya? Tentu para kepala dinas dan kepala sekolah yang paling tahu mengatur waktu sehingga para siswa betul-betul siap. Bapak-ibu guru bisa memanfaatkan “Rumah Belajar” untuk memantapkan prerequisite knowledge sehingga para siswa sudah siap belajar di kelasnya. Bahan ajar dan strategi pembelajaran bervariasi dengan semangat merdeka belajar dan guru penggerak.

Sekolah juga bisa menggunakan materi remedial yang disusun oleh para guru di daerahnya masing-masing, bisa juga menggunakan materi ujian sekolah atau Ujian Nasional tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena kondisi learning from home di setiap daerah belum ada petanya, tidak ada pula peta kualitas hasil pembelajaran di setiap wilayah. Berapa lama matrikulasi akan dilakukan di setiap sekolah, diserahkan sepenuhnya kepada dinas pendidikan dan satuan pendidikan.

Matrikulasi dipandang sebagai salah satu strategi paling efektif dan efisien yang bisa dilakukan di sekolah daripada menambah waktu belajar satu semester untuk menutupi kekurangan waktu belajar dan peningkatan standar kualitas lulusan sesuai kurikulum nasional. Kalau menambah satu semester, tentu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Kalau menggunakan asumsi anggaran dari BOS saja, perlu anggaran kurang lebih 30 trilun untuk tambahan waktu satu semester.

Apakah ini tidak memaksa siswa dan guru untuk bekerja lebih keras? Tentu iya, karena dengan waktu yang sudah ditentukan dalam satu semester, sekolah dituntut untuk menyusun strategi pembelajaran dengan baik. Di sinilah makna “merdeka belajar” dan “guru penggerak” bisa dioptimalkan untuk mencapai standar kualitas yang diharapkan. Tentu, suasana belajar yang menyenangkan dan berpusat pada siswa tetap harus dijaga.

Apakah perlu semua sekolah melakukan matrikulasi? Jawabanya bergantung kondisi siswa. Menurut saya, untuk sekolah-sekolah yang kualitasnya masih di bawah rata-rata, matrikulasi mutlak dilakukan. Proses belajar-mengajar akan tersendat kalau matrikulasi tidak dilakukan karena para siswa belum siap belajar kurikulum kelas di atasnya.

Ini juga sekaligus merupakan kesempatan untuk melaksanakan Full Day School sehingga waktu belajar di sekolah bisa ditambah sampai habis shalat asar. Full Day menjadi jalan keluar agar para siswa tetap mendapat layanan maksimal.

Perlu kerja keras semua pihak terutama para pengambil kebijakan, kepala daerah, anggota legislatif, termasuk para pengawas dan pemerhati pendidikan untuk memastikan penyiapan Generasi Emas Indonesia tetap konsisten dan berjalan sesuai arah peningkatan SDM yang diharapkan.

Bagaimanapun pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam membangun negara demokrasi yang semakin baik. Seorang ahli mengatakan, “Democracy is the function of well inform society. Well inform society is the function of education”. Jadi, demokrasi di Indonesia akan berjalan semakin baik dan berkualitas apabila pendidikan masyarakatnya juga semakin baik dan berkualitas. Pendidikan yang berkualitas dan berkarakter menjadi penentu kesuksesan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. (*)

Didik Suhardi (Direktur PSMP Kemdiknas (2008–2015) dan Sekretaris Jenderal Kemdikbud (2015–2019)