Program Indonesia Pintar Lima Tahun Luaskan Akses Pendidikan

Halaman : 7
Edisi 68/November2024

Pertama kali diluncurkan pada November 2014, pemerintah menganggarkan Rp4,32 triliun melalui program Indonesia pintar (PIP) bagi 7,95 juta anak Indonesia agar tetap dapat mengenyam pendidikan di usia sekolah. Setiap tahun, anggaran yang disiapkan semakin bertambah demikian pula target penerimanya. Hingga akhir 2018, anggaran yang disiapkan mencapai Rp9,71 triliun dan telah disalurkan kepada 18,74 juta siswa. Dengan PIP, negara hadir mengupayakan setiap anak Indonesia dapat memperoleh haknya berada di ruang-ruang kelas.

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan salah satu program bantuan pemerintah yang manfaatnya langsung menyentuh masyarakat. Di awal implementasi, bantuan diberikan berupa uang tunai kepada siswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin dalam membiayai pendidikan. Dana tersebut untuk membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan personal yang tidak dicakup oleh dana bantuan operasional sekolah (BOS), seperti perlengkapan dan iuran sekolah, seragam, atau transportasi dari rumah ke tempat belajar.

Baca Juga: Capaian Kemendikbud 2015-2019 Untuk Kualitas Pendidikan dan Pemajuan Kebudayaan yang Lebih Baik

Penerima PIP di jenjang sekolah dasar (SD) mendapatkan bantuan dana sebesar Rp450.000 per tahun, jenjang sekolah menengah pertama (SMP) sebesar Rp750.000 per tahun, dan jenjang sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (SMK) sebesar Rp1.000.000 per tahun. Dan untuk mendapatkan dana tersebut, siswa penerima bantuan harus datang langsung ke bank penyalur untuk melakukan pencairan.

KIP-ATM

Pertengahan tahun 2017/2018, mekanisme penyaluran dana PIP diubah. Bantuan tidak lagi diserahkan secara langsung, melainkan disalurkan melalui kartu KIP-ATM, yaitu kartu yang dikeluarkan oleh bank penyalur bagi siswa yang tercatat sebagai penerima bantuan. Dengan KIP-ATM, dana dapat diambil oleh siswa melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) terdekat yang terdapat di daerahnya.

Perubahan mekanisme penyaluran dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mendapati adanya hambatan dalam proses penyaluran dan pencairan dana PIP. Mekanisme pencairan yang harus dilakukan di bank penyalur membuat siswa penerima bantuan kesulitan dalam mencairkan dana bantuan, karena lokasinya yang berada jauh dari tempat tinggalnya. Tapi kini dengan KIP-ATM, siswa dapat mencairkan bantuan lebih cepat.

Keberhasilan PIP dinilai lembaga survei nasional yang dirilis Januari 2019, menduduki peringkat kedua program paling menyentuh langsung kepada masyarakat, setelah Program Indonesia Sehat. Ke depan, target penerima PIP akan terus ditambah untuk memperkuat target pemerintah dalam penyiapan tenaga kerja berkompeten dan memperkuat program Wajib Belajar 12 Tahun.

Kemudahan pencairan dana dengan ATM diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai literasi finansial, khususnya mengenai pemanfaatan fasilitas perbankan. Dana pendidikan nontunai ini dapat digunakan untuk berbelanja keperluan belajar di toko yang ditunjuk bank atau di koperasi sekolah yang memiliki fasilitas mesin electronic data capture (EDC). Selain PIP, pemerintah mengintegrasikan berbagai bantuan sosial (bansos) lain secara nontunai, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Beras Sejahtera (Rastra), dan Program Keluarga Harapan (PKH) dalam satu kartu, yakni Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Baca Juga: Capai Pendidikan yang Berkeadilan dengan Zonasi Pendidikan

Saat ini semua penerima KIP memiliki nomor rekening tabungan Simpel. Simpel digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bekerja sama dengan bank umum dan bank syariah. Bank penyalur KIP yang menjalin kerja sama dengan Kemendikbud adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk jenjang SD dan SMP dan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk jenjang SMA dan SMK. Dengan KIP-ATM tersebut, pengambilan dana PIP dapat dilakukan di ATM bank BRI dan BNI.

Kehadiran KIP melalui tabungan Simpel juga merupakan bagian dari amanah Kurikulum 2013 (K13), di mana selain program penguatan karakter dan juga literasi sekolah, kini juga diperlukan literasi keuangan sehingga siswa memahami pengelolaan keuangan.

Selain mengurangi anak putus sekolah, dana PIP ini juga dinilai mampu membantu pemerintah daerah mendukung program wajib belajar sembilan tahun. Kabupaten Klaten, misalnya, angka anak putus sekolah berkurang 60 persen pada 2018 atau 54 anak dari 136 anak di tahun sebelumnya.

Peran pemerintah daerah dalam menyukseskan program prioritas ini sangat penting dan strategis terutama dalam hal validasi penerima PIP dan koordinasi dengan bank penyalur untuk pencairannya. Ke depan Kemendikbud akan mengembangkan sistem monitoring PIP secara daring (online) sehingga pengawasannya dapat dilakukan oleh berbagai pemanku kepentingan secara transparan, akuntabel, dan dalam waktu nyata (real time). (ALN)