Utamakan Keselamatan, Kemendikbud Buat Kebijakan Belajar dari Rumah

Halaman : 16
Edisi 68/November2024

Pendidikan sesungguhnya bukan sekadar kegiatan belajar mengajar. Lebih dari itu, pendidikan merupakan sebuah proses berkelanjutan tentang bagaimana ilmu pengetahun berkembang, ditransfer, dan kemudian dapat dilanjutkan kembali. Dalam perjalanannya, tidak ada yang lebih penting dari keselamatan dan keamanan para pelaku pendidikan. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, belajar dari rumah yang menjadi pilihan. Berikut perjalanan kebijakan pendidikan di era pandemi Covid 19.

“Setelah kami pertimbangkan dan diskusikan dengan Bapak Presiden dan juga instansi di luar, kami di Kemendikbud telah memutuskan untuk membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya.”

Bertambahnya kasus positif Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 mendorong pemerintah mengambil sederet langkah terkait pendidikan. Salah satu kebijakan penting yang disoroti adalah ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, memutuskan untuk menunda pelaksanaan dan kemudian secara resmi menyampaikan pembatalan Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2019/2020, untuk satuan pendidikan jenjang SMP/sederajat dan SMA/SMK/sederajat. Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease.

Dalam edaran tersebut dinyatakan bahwa di masa darurat penyebaran Covid-19 kelulusan siswa bisa ditentukan oleh beberapa opsi. Mulai dari mengadakan ujian sekolah (US) dengan tidak mengumpulkan siswa secara fisik, atau bisa juga dilakukan secara daring. Tapi jika sekolah tidak siap mengadakan secara daring, pun US dapat juga dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya.

Ujian sekolah tidak hanya mengacu pada ujian tertulis, tetapi juga mencakup nilai rapor dan prestasi yang dimiliki siswa selama menempuh pendidikan. Untuk ujian tertulis (daring), materi yang tertuang dalam US merupakan kewenangan guru yang bersangkutan. Sekolah berperan sebagai penentu kelulusan siswa berdasarkan evaluasi yang dilakukan guru.

Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai hasil ujian untuk menentukan kelulusan siswa. Namun bagi sekolah yang belum melaksanakan US, ada beberapa ketentuan yang dapat dijadikan acuan. Kelulusan SD/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, 5, dan 6 semester gasal), sementara nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan. Kelulusan SMP/sederajat atau SMA/sederajat juga ditentukan berdasarkan berdasarkan nilai lima semester terakhir dan nilai semester genap kelas 9 dan kelas 12 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

Sementara itu untuk kelulusan SMK/sederajat ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio, dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Kemudian nilai semester genap tahun terakhir dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

Mengacu pada prinsip Merdeka Belajar, peniadaan UN tidak akan berdampak pada siswa dan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang tetap menggunakan sistem zonasi seperti tahun lalu. Tidak dilaksanakannya UN tahun ini sekadar berdampak pada tidak optimalnya pemetaan pendidikan, meskipun SMK di 28 provinsi sudah melaksanakan UN terlebih dahulu. Karena hasilnya tidak cukup menjadi tolok ukur dan pemetaan bagi pemerintah.

Meskipun tolok ukur secara nasional di tahun 2020 dinilai tidak optimal, pemetaan tetap akan dilakukan  dengan pendekatan internasional, yaitu dengan PISA (Programme for International Student Assessment). Di awal tahun 2020 ini, Kemendikbud sudah memperoleh data dari PISA yang dirilis setiap tiga tahun sekali, untuk dijadikan tolok ukur.

PISA dinilai lebih akurat karena sudah berstandar internasional. Pertimbangan ini menjadi salah satu alasan mengapa mulai tahun 2021 UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter karena metode pengukurannya lebih mendekati PISA.

 

Dukungan Penyedia Teknologi

Dukungan bagi dunia pendidikan dalam menghadapi Covid 19 datang dari berbagai perusahaan di bidang teknologi pendidikan. Mendikbud mengapresiasi dukungan dari mitra-mitra di sektor swasta yang secara sukarela mendukung sistem pendidikan nasional dan membantu para siswa untuk terus belajar. Bahkan, beberapa mitra menyatakan kesanggupannya untuk berkontribusi menyelenggarakan sistem belajar secara daring. Setiap platform akan memberikan fasilitas yang dapat diakses secara umum dan gratis.

 

Program BDR

Dalam berbagai kesempatan Mendikbud mengatakan, dirinya meyakini perangkat teknologi mampu menjawab tantangan pembelajaran jarak jauh yang kini dilakoni oleh guru dan peserta didiknya. Walaupun di sisi lain, terlihat selisih yang cukup besar pada hasil belajar siswa yang memiliki akses kepada teknologi dan yang tidak.

Oleh karena itu, untuk mengatasi keterbatasan sarana pembelajaran yang dirasakan oleh para siswa, Kemendikbud menggagas program bertajuk Belajar dari Rumah (BDR) yang ditayangkan di TVRI. Program ini merupakan salah satu alternatif belajar yang diberikan Kemendikbud untuk membantu banyak keluarga yang memiliki keterbatasan pada akses internet. Dengan begitu, diharapkan anak-anak memperoleh stimulus untuk terus belajar di rumahnya masing-masing.

Dalam situasi ini, Mendikbud ingin memastikan bahwa dalam kondisi darurat pun masyarakat terus mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelajaran di rumah, salah satunya melalui media televisi. BDR hadir dengan menyediakan materi pembelajaran mulai jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pendidikan menengah. Ada pula materi bimbingan untuk orang tua dan guru. Di samping itu terdapat program kebudayaan di akhir pekan.

Kerja sama ini sudah dimulai pada Senin, 13 April 2020. Program BDR di TVRI dijadwalkan di hari Senin hingga Jumat dengan total durasi tiga jam per hari. Masing-masing jenjang mendapat durasi setengah jam. Setengah jam untuk PAUD, setengah jam untuk kelas 1 sampai kelas 3 SD, setengah jam untuk kelas 4 sampai kelas 6 SD, dan setengah jam masing-masing untuk SMP, SMA, dan parenting.

Materi program diambil dari berbagai sumber dan sebagian besar sudah diproduksi Kemendikbud melalui Televisi Edukasi (TVE), sedangkan sebagian lain, diproduksi dari pihak lain, seperti program Jalan Sesama untuk jenjang PAUD.

Sedangkan untuk program kebudayaan, penayangan dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu dengan durasi tiga jam. Program acaranya antara lain gelar wicara (talkshow), podcast, kesenian, dan magazine tentang perkembangan budaya dari seluruh Indonesia. Di malam hari, ditayangkan pula film Indonesia pilihan dari berbagai genre seperti film anak, drama, dan dokumenter. Kemendikbud menyiapkan sekitar 720 episode untuk penayangan program Belajar dari Rumah selama 90 hari ke depan di TVRI. Untuk jadwal acara program Belajar dari Rumah, masyarakat dapat melihat dan mengunduhnya di laman kemdikbud.go.id.

 

Survei BDR

Untuk mengukur efektivitas program belajar di televisi, Kemendikbud bersama UNICEF melakukan survei untuk mengevaluasi pelaksanaan program Belajar dari Rumah di TVRI sejak awal ditayangkan pada 13 April 2020 yang lalu. Hasilnya, sebanyak 99 persen guru, siswa, dan orang tua, baik di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) maupun non-3T mengetahui adanya program BDR.

Selain itu, sebanyak 94% guru di wilayah 3T pernah menonton program BDR di TVRI. Di wilayah 3T, frekuensi guru menonton program BDR ini sebanyak 3,2 kali dalam seminggu. Sementara di wilayah non-3T sebanyak 4,1 kali dalam seminggu.

Secara umum, tingkat kesenangan menonton program BDR cukup baik. Bagi siswa, skor yang didapatkan sebesar 7,8 (skala 1-10) dan bagi orang tua sebesar 8,2. Sementara itu, tingkat kesenangan guru di wilayah 3T sebesar 7, dan di wilayah non-3T sebesar 7,5.

Dari survei tersebut diketahui pula bahwa TVRI menjadi saluran televisi yang paling banyak ditonton siswa selama pembelajaran dari rumah. Sebanyak 52% responden di wilayah 3T menyatakan menonton lembaga penyiaran publik ini selama masa pembelajaran jarak jauh dari rumah masing-masing. Sementara itu, sebanyak 78,6% responden di wilayah non-3T menyatakan menonton TVRI selama masa pembelajaran dari rumah.
 
Kemendikbud saat ini tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait kemungkinan relai program dengan stasiun televisi lokal. Selain itu, Kemendikbud juga sedang mengkaji metode pembelajaran luar jaringan atau offline lainnya bagi masyarakat 3T yang tidak memiliki televisi. (ALN)