Analisis Kelayakan dan Kesesuaian Pendidikan Guru Kualifikasi Akademik Guru Perlu Terus Didorong

Halaman : 29
Edisi 65/Juni 2023

Oleh: Yaya Jakaria

Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kemendikbud

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pendidikan, antara lain kurikulum, guru, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan, manajemen pendidikan, serta potensi anak itu sendiri. Namun dari berbagai faktor itu, guru dapat dikatakan sebagai faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan. Latar belakang pendidikan guru ternyata juga berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di kelas. Memiliki kualifikasi akademik minimalterus didorong agar memenuhi standar seorang pendidik sesuai amanat undang-undang.

Penelitian ini difokuskan pada masalah ketidak sesuaian mengajar yang terjadi untuk seluruh Indonesia dengan membuat kriteria ketidak sesuaian mengajar yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi pedoman untuk melihat ketidak sesuaian mengajar di suatu wilayah tertentu. Atas dasar

masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan alternatif yang berkaitan dengan mutu pendidikan dengan memfokuskan pada  kondisi guru SD yang layak terhadap peningkatan mutu pendidikan untuk tahun 2012/2013 dan kondisi guru SD antara mata pelajaran yang diampu dengan latar belakang pendidikannya.

Seorang pendidik maupun tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi minimal yang wajib dipenuhi yang dibuktikan dengan ijazah, dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pendidik juga harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kecakapan untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Namun, seseorang yang tidak memiliki ijazah atau sertifikat, tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat juga diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan(Mulyasa, 2010).

Karakteristik Guru

Merujuk pada pendidik profesional, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Rachmawati (2011) berpendapat bahwa karakteristik guru yang profesional paling sedikit harus mencakup lima hal ini yaitu menguasai kurikulum, menguasai materi semua mata pelajaran,terampil menggunakan multi metode pembelajaran, memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya, dan disiplin.

Selain itu karakteristik lainnya yang harus dipenuhi adalah sehat jasmani dan rohani, berjiwa Pancasila,peduli sesamakhususnya terhadap peserta didik, berbudi pekertiluhur,kreatif dan inovatif dalam mengoptimalkan penguasaan materi pembelajaran,memiliki semangat untuk mengembangkan diri,menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,bertanggung jawab,disipilin dan humoris.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Dalam penelitian ini, yang dibahas yaitu guru SD yang memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S-1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif kuantitatif yang menggambarkan kuantitas dan kualitas guru SD secara komprehensif dan mengungkapkan kesesuaian antara mata pelajaran yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru SD tiap provinsi. Data yang dianalisis merupakan data sekunder berupa dokumen tertulis mengenai profil guru seluruh Indonesia yang datanya diperoleh dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP), Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun kesesuaian antara latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yangdiampu dianalisis dari data guru jenjang SD dan SMP yang bersumber dari data pokok pendidikan (dapodik) tahun 2012. 

Kelayakan Guru Mengajar

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen yang mensyaratkan kualifikasi guru harus berpendidikan D-IV atau S1 telah mendorong peningkatan kualifikasi guru. Undang-undang tersebut mengharuskan semua guru memiliki gelar sarjana (S-1) atau diploma DIV sebelum tahun 2015. Pada tahun 2004, banyak sekali guru yang tidak memenuhi syarat kualifikasi minimal. Pada waktu itu, 95 persen guru SD, 45 persen guru SMP, dan 29 persen guru SMA mempunyai kualifikasi di bawah D-IV atau S-1.

Pada 2006, persentase guru sekolah dasar yang memenuhi  persyaratan kualifikasi melonjak 11 persen menjadi 16 persen, sedangkan untuk guru SMP dan SMA naik masing-masing sebesar 5 persen dan 10 persen. Walau sudah ada perbaikan, hanya 37 persen saja dari seluruh tenaga pendidikan saat ini yang sudah memiliki gelar D-IV atau S-1 (Bank Dunia, 2013).

Data PDSP menyebut, tahun 2012, jumlah guru yang telah menempuh pendidikan sarjana pada guru SD masih relatif kecil, yaitu 24,46 persen. Rata-rata di tiap provinsi masih banyak guru SD yang belum memenuhi kualifikasi akademik sarjana. Papua Barat menempati posisi pertama dengan jumlah guru SD yang belum memenuhi kualifikasi akademik sarjana sebanyak 94,65 persen. Hanya sebanyak 5,35 persen yang telah memenuhi kualifikasi sarjana dari jumlah keseluruhan guru SD Papua Barat sebanyak 4.392 guru. Diikuti Maluku Utara sebanyak 91,67 persen guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik minimal.

Kondisi ini diduga sangat dipengaruhi oleh letak geografis Papua Barat dan Maluku Utara yang sulit dijangkau transportasi. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi tingkat mutu pendidikan daerah tersebut. Sementara untuk daerah yang memiliki guruSD berkualifikasi sarjana terbanyak adalah DKI Jakarta dengan porsi 65,35 persen dan sisanya 34,65 persenbelum sarjana. Selanjutnya, provinsi Jawa Timur dengan porsi 51,90 persen yang sarjana dan Bali49,88 persen. Secara nasional jumlah guru yang telah berkualifikasi akademik sarjana untuk guru SD yakni hanya sebesar 32,83 persen, sisanya sebanyak67,17 persen belum memiliki kualifikasi sarjana.

Tingkat Ketidaksesuaian Guru SD

Masih dari data yang sama, diketahui bahwa ketidak sesuaian untuk guru SD mencapai 29 persen dan yang linier mencapai 71 persen. Angka ketidak sesuaian ini sangat besar, karena jika dilihat dari jumlah mencapai 369.814 dari 1,5 juta guru SD di Indonesia. Pada guru agama SD, persentase ketidak sesuaian antara latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diampu mencapai 54 persen atau sebanyak 83.575 dari 154.036 guru agama.

Sementara itu untuk guru kelas SD, ketidaksesuaian dengan latar belakang pendidikan sebesar 21 persen atau sebanyak 270.305 dari jumlah keseluruhan guru kelas di Indonesia sebanyak 1,2 juta guru. Dalam data yang dipublikasikan PDSP, setiap provinsi rata-rata memiliki ketidaksesuaian guru kelas SD mencapai angka 8.191 guru.

Demikian pula untuk guru pendidikan jasmani. Secara nasional tercatat ketidaksesuaiannya relatif rendah, yaitu sekitar 17 persen dari jumlah keseluruhan guru sebanyak 91.362 guru. Setiap provinsi rata-rata memiliki ketidaksesuaian guru pendidikan jasmani sebanyak 483 guru.

Dari hasil kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum digulirkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, lebih dari 50 persen guru tidak memenuhi kualifikasi pendidikan yang disyaratkan. Namun, setelah dikeluarkannya peraturan tersebut, jumlah guru yang telah berkualifikasi sarjana dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Secara nasional, guru yang telah berkualifikasi akademik strata satu (S-1) dan strata dua (S-2) sebesar 32,83 persen dari seluruh guru SD negeri dan swasta di Indonesia yang berjumlah 1.501.236 guru. Sisanya sebesar 67,17 persen masih belum memenuhi kualifikasi. Sementara itu, hasil pengolahan analisis data menemukan bahwa secara nasional tingkat ketidak sesuaian guru SD mencapai angka 29,3 persen. Untuk guru SD tingkat ketidak sesuaian paling tinggi yaitu guru agama yang mencapai 54 persen.

Untuk itu diperlukan peningkatan efektivitas undang-undang tentang guru sebagai instrumen perbaikan kualitas guru. Jika hal ini dijalankan dengan benar, upaya yang tengah dilakukan untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru ke tingkat D-IV atau S-1 akan berpengaruh signifikan pada peningkatan mutu pendidikan. Selain itu perlu juga dilakukan peningkatan kualitas guru dengan memberikan bimbingan teknis terutama bagi daerah-daerah timur dengan melibatkan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di daerah.

Khusus untuk wilayah Timur Indonesia, program afirmasi Papua yang dilaksanakan oleh Kemendikbud selama ini perlu dikembangkan untuk daerah lain agar pemerataan kualitas dan mutu pendidikan dapat tercapai secara merata. (DLA/RAN)

Breaker 1:Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mensyaratkan kualifikasi guru harus berpendidikan D-IV atau S1 telah mendorong peningkatan kualifikasi guru. Undang-undang tersebut mengharuskan semua guru memiliki gelar sarjana (S-1) atau diploma DIV sebelum tahun 2015.

Breaker 2: Berdasarkan hasil pengolahan analisis data dari Pusat Data dan Statistik (PDSP) Kemendikbud tahun 2012,menemukan bahwa secara nasional tingkat ketidaksesuaian guru SD mencapai angka 29,3 persen. Untuk guru SD tingkat ketidaksesuaian paling tinggi yaitu guru agama yang mencapai 54 persen.