Hasil Penelitian Dukungan Pendanaan yang Baik, Ciptakan Lembaga PAUD Berkualitas

Halaman : 30
Edisi 68/November2024

Oleh: J.M. Tedjawati Peneliti pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemendikbud

Kemajuan bangsa akan tercapai dalam jangka panjang apabila diawali dengan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sedini mungkin. Itulah mengapa memberikan pendidikan bagi anak usia dini sangatlah penting. Usia 0-6 tahun merupakan masa emas bagi tumbuh kembang anak yang sangat menunjang keberhasilan di masa datang. Pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) apakah juga dibarengi dengan pendanaan yang memadai? Penelitian ini ingin melihat sejauh mana perhatian pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya terhadap PAUD.

Menggeliatnya pendidikan bagi anak usia dini (PAUD) di Indonesia mulai tampak pada periode tahun 1998-2003 senyampang dengan otonomi pendidikan, yang berpengaruh terhadap tata kelola penanganan PAUD di pusat maupun di daerah-daerah. Pada periode tersebut pemerintah mulai mendukung berkembangnya PAUD jalur pendidikan nonformal dalam bentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan satuan PAUD sejenis dalam bentuk pengintegrasian layanan PAUD dengan Posyandu.

Pemerintah pusat melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) telah memberikan berbagai dana bantuan seperti rintisan dan penguatan program, bantuan kelembagaan, bantuan kerja sama, bantuan pusat unggulan program PAUD dan lainnya (Direktorat Pembinaan PAUD, 2009). Selain itu, masih ada bantuan dana dari pihak lain, seperti dari Bank Dunia melalui program pendidikan dan pengembangan anak usia dini di mana pemerintah kabupaten/kota diharuskan menyediakan dana sharing.

Dalam pemenuhan pendanaan PAUD, berbagai cara telah dilakukan oleh

pemerintah daerah maupun lembaga penyelenggara PAUD sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.

Penelitian ini ingin mengungkap: (1) siapa yang berkontribusi sebagai sumber pendanaan dalam penyelenggaraan PAUD?; dan (2) bagaimana pemanfaatan dana tersebut? Studi ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan sumbersumber pendanaan penyelenggaraan PAUD; dan (2) pemanfaatan kontribusi dana dari berbagai sumber.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus bertujuan untuk mempertahankan keutuhan objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka “studi kasus”, dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi. Tujuannya untuk pengembangan pengetahuan yang mendalam mengenai objek yang bersangkutan, sehingga studi kasus dapat digolongkan sebagai penelitian eksploratif dan deskriptif (Vredenbregt, 1987).

Atas dasar pendangan yang diacu, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data tentang sumber pendanaan penyelenggaraan PAUD diperoleh dengan menggunakan pedoman wawancara dan daftar isian. Selanjutnya, data yang telah terkumpul diolah sesuai dengan jenis data yang terkumpul.

Sementara untuk data kuantitatif, pengolahan dilakukan melalui prosedur pemeriksaan data, klasifikasi data, dan tabulasi data. Klasifikasi data meliputi sumber pendanaan penyelenggara PAUD dan besaran dana dari masingmasing sumber.

Data yang diolah, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis meliputi besar dana dan bentuk kontribusi menurut sumber dan penggunaannya. Sumber dana dikelompokkan menjadi dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga PAUD.

Penelitian ini dilakukan pada 2011 di Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Bogor, Kota Serang, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Manggarai, Kota Bitung, dan Kabupaten Bone. Daerah penelitian tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kepedulian pemerintah daerah terhadap penyelengaraan dan perkembangan PAUD dilihat dari pendapatan asli daerah, terutama kontribusi pendanaan bagi PAUD. Masing-masing daerah diambil sampel dua TK, dua KB, dua TPA, dan dua satuan PAUD sejenis.

Sumber data berasal dari kepala bidang atau kepala seksi dinas pendidikan kabupaten/kota yang menangani PAUD, penyelenggara/pengelola PAUD, pendidik PAUD, orang tua anak usia dini yang mendapat layanan PAUD, dan Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi). Hasil Penelitian Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sumber dana penyelenggaraan PAUD umumnya berasal dari: (1) pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota); (2) masyarakat seperti dari tokoh masyarakat, instansi terkait, dunia usaha dan industri; dan (3) lembaga PAUD sendiri.

Sumber dana dari pemerintah pusat diberikan kepada lembaga PAUD secara langsung, seperti dana bantuan rintisan PAUD atau dana PAUD percontohan, setelah melalui prosedur tertentu. Meski bantuan sudah diberikan, namun masih ada beberapa penyelenggara PAUD yang belum mendapat informasi bagaimana mengajukan bantuan dana tersebut.

Sementara itu, pendanaan yang bersumber dari masyarakat umumnya diperoleh melalui peran serta tokoh masyarakat/agama/kepala desa, organisasi keagamaan (gereja atau masjid), instansi terkait seperti dinas kesehatan, dan dunia usaha/industri. Sumber dana tersebut diperoleh melalui hubungan pribadi (perkenalan) ataupun pengajuan proposal yang ditujukan kepada instansi terkait ataupun dunia usaha/industri.

Hal ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam pendanaan PAUD sangat mendukung keberlangsungan penyelenggaraan PAUD, terutama masyarakat di sekitar lembaga PAUD. Hal ini sesuai dengan keberadaan lembaga PAUD, yang didirikan oleh masyarakat. Namun demikian, besar penerimaan dana pada masing-masing lembaga penyelenggara PAUD masih sangat bervariasi.

Pada awalnya, beberapa lembaga penyelenggara PAUD dari sampel tidak menarik biaya dari orang tua murid. Namun, kondisi tersebut sulit dipertahankan karena anggaran yang berasal dari bantuan pemerintah maupun masyarakat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar peserta didik. Kebutuhan lain seperti honor para pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat terpenuhi.

Bentuk bantuan dana yang diperoleh dari orang tua, yaitu berupa iuran bulanan, sumbangan sukarela yang dapat berupa uang atau barang (bahan sembako, seperti beras, kacang ijo, susu), bantuan tenaga, dan sebagai narasumber. Umumnya uang iuran dari orang tua digunakan untuk operasional penyelenggaraan PAUD.

Saran

Dari hasil penelitian ini ada dua hal yang disarankan. Pertama, pemerintah sebaiknya menganggarkan dana secara proporsiaonal sesuai dengan program. Pemerintah juga perlu membedakan besaran bantuan terhadap tingkat kemajuan penyelenggara PAUD.

Kedua, sebaiknya pemerintah maupun masyarakat, khususnya dunia usaha dan industri dalam program tanggung jawab sosial perusahaannya tidak hanya mengalokasikan dana bantuan untuk alat permainan edukatif serta honor pendidik dan tenaga kependidikan. Pembangunan, perbaikan gedung, pelatihan dan keterampilan bagi penyelenggara dan pendidik PAUD juga sangat dibutuhkan untuk dibantu. Ada baiknya penyelenggara PAUD dapat lebih aktif dalam penggalian dana dari masyarakat tersebut. (*)    

 

BREAKER : Bentuk bantuan dana yang diperoleh dari orang tua, yaitu berupa iuran bulanan, sumbangan sukarela yang dapat berupa uang atau barang (bahan sembako, seperti beras, kacang ijo, susu), bantuan tenaga, dan sebagai narasumber.”