Oleh: Suwandi
Peneliti pada Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Seorang guru diamanatkan wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimaksud dalam peraturan tersebut meliputi empat hal, yaitu pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Jika selama ini telah banyak kajian yang mengulas tentang kompetensi pedagogi dan profesional, artikel di bawah ini merupakan hasil kajian untuk melihat kompetensi sosial dan kepribadian guru, khususnya pada guru pendidikan dasar.
Guru sebagai sutradara sekaligus salah satu aktor pendidikan berperan dalam menentukan mutu pendidikan. Itulah mengapa guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang memadai untuk dikatakan sebagai guru profesional. Namun, saat ini, ciri guru yang bermutu itu belum sepenuhnya dapat terpenuhi.
Dari sejumlah studi dan kenyataan di lapangan, diketahui bahwa kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial mendapat proporsi yang jauh lebih sedikit jika dibanding dengan kedua kompetensi lainnya, yaitu kompetensi pedagogi dan kompetensi profesional. Berdasarkan fenomena tersebut, muncul beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru.
Kompetensi Guru
Mulyasa (2007) mengemukakan bahwa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuwan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi baku profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Standar kompetensi yang diperlukan seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pengajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan, dan kompetensi pengabdian pada masyarakat (Suparno, 2004).
Hal ini mengharuskan guru menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, memahami kebijakan-kebijakan pendidikan, memahami ciri dan isi bahan pengajaran, menguasai konsepnya, memahami konteks ilmu dengan masyarakat dan lingkungan, dan keterkaitannya dengan ilmu lain. Guru harus menguasai teknik pengelolaan kelas, pemilihan strategi dan metode mengajar yang sesuai. Selain itu, guru harus mampu menyelesaikan masalah dan mengabdi pada kepentingan masyarakat, memiliki kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, jujur, dewasa, peka, obyektif, berwawasan luas, kreatif.
Kompetensi Sosial Guru
Satori (2007) mengemukakan bahwa kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Jenis-jenis kompetensi sosial yang harus dimiliki yaitu terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik; bersikap simpatik; dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah; pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan; dan memahami dunia sekitarnya/lingkungan.
Kompetensi Kepribadian Guru
Samad (2004) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian (personal) adalah kemampuan kepribadian guru yang dilandasi pada aspek-aspek kepribadian yang menunjang pelaksanaan tugas profesi keguruan seperti: menghormati (respect), merasakan (empaty), dan menerima (responship). Kemudian, Yamin (2007) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian atau kompetensi personal guru dalam menjalankan tugas profesional adalah: kemampuan guru menampilkan sikap positif terhadap tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi; kemampuan memahami, menghayati, dan menampilkan nilai-nilai dan sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru; kemampuan guru menampilkan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya.
Dalam relasi interpersonal antara guru dan peserta didik tercipta situasi didik yang memungkinkan peserta didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru harus mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa menjadi segan terhadapnya. Hakikat guru sebagai pendidik bahwa ia digugu dan ditiru.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Populasi penelitian adalah guru pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Sampel dipilih berdasarkan teknik cluster stratified random sampling meliputi Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Peubah yang menjadi fokus penelitian ini adalah kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru SD dan SMP. Untuk keperluan analisis, beberapa peubah kontrol (control variables) diperhatikan, yaitu budaya dan latar belakang sosial ekonomi.
Hasil Analisis Data
Analisis inferensial menjawab dua pertanyaan berikut: a) apakah kompetensi sosial guru berbeda menurut latar belakang budaya dan latar belakang sosial ekonomi? ; b) Apakah kompetensi kepribadian guru berbeda menurut latar belakang budaya dan latar belakang sosial ekonomi? Peneliti memperhatikan lima latar belakang budaya, yaitu Budaya Bali sebagai level dasar, Budaya Mandar, Budaya Sasak, Budaya Kaili, dan Budaya Jawa.
Hasil Analisis Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru yang memiliki latar belakang budaya Mandar, Sasak, dan Kaili lebih tinggi daripada kompetensi sosial guru dengan latar belakang budaya Bali dan Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dan pariwisata yang dialami oleh masyarakat Bali dan Jawa sedikit melunturkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga berdampak pada lemahnya kompetensi sosial gurunya. Namun, interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang sosial juga perlu diinterpretasi karena menjadi signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Hasil Analisis Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian guru yang memiliki latar belakang budaya Mandar, Sasak, lebih tinggi daripada kompetensi sosial guru dengan latar belakang budaya Bali, Kaili dan Jawa. Namun, interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi juga perlu diinterpretasi karena menjadi signifikan.
Dilihat dari arah hubungan rerata antara kompetensi kepribadian dan latar belakang ekonomi pada tiga budaya yaitu Bali, Sasak, dan Jawa adalah positif berarti memiliki kompetensi kepribadian rendah pada kondisi latar belakang ekonomi yang rendah dan memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi pada kondisi latar belakang ekonomi yang tinggi. Namun, pada budaya Mandar dan Kaili terjadi sebaliknya yaitu terjadi hubungan negatif, artinya pada kondisi ekonomi yang rendah guru memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi dan pada kondisi ekonomi yang tinggi guru memiliki kompetensi kepribadian yang rendah.
Perbedaan latar belakang ekonomi mengakibatkan kompetensi kepribadian responden yang berlatar belakang budaya Mandar dan Jawa masing-masing berbeda dengan responden yang berlatar belakang budaya lainnya. Jika ditinjau dari kondisi ekonomi, Provinsi Jawa Timur merupakan yang paling mapan dan Provinsi Sulawesi Barat merupakan yang paling lemah karena merupakan provinsi baru.
Kondisi ekonomi masyarakat yang ekstrim ini bisa saja berdampak pada perbedaan kompetensi kepribadian gurunya, sedangkan kondisi ekonomi masyarakat untuk tiga provinsi lainnya yang berada pada level tengah ternyata tidak memberikan dampak pada perbedaan kompetensi kepribadian guru.
Dengan memperhatikan model interaksi pada kompetensi sosial dan kepribadian, dapat dikatakan bahwa interaksi antara latar budaya dan latar belakang sosial berpengaruh terhadap kompetensi sosial, sedangkan interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi berpengaruh terhadap kompetensi kepribadian.
Simpulan
Interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang sosial berpengaruh signifikan terhadap kompetensi sosial. Dalam analisis interaksi ini terungkap bahwa guru dengan latar budaya Kaili berbeda dengan empat latar budaya yang lain, yaitu Bali, Mandar, Sasak, dan Jawa.
Guru-guru dengan latar budaya Kaili memiliki kompetensi sosial yang tinggi pada kondisi sosial yang rendah, dan kompetensi sosial yang rendah pada kondisi sosial yang tinggi. Sementara interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kompetensi kepribadian.
Dalam analisis interaksi ini terungkap bahwa guru dengan latar budaya Mandar dan Jawa berbeda dengan tiga latar budaya yang lain, yaitu Bali, Sasak, dan Kaili. Guru-guru dengan latar budaya Mandar dan Jawa memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi pada kondisi ekonomi yang rendah, dan kompetensi kepribadian yang rendah pada kondisi ekonomi yang tinggi.
Saran
Mekanisme pengembangan kompetensi sosial dan kepribadian berdasarkan hasil diskusi dengan responden, terungkap beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan untuk pengembangan kompetensi sosial dan kepribadian guru, yakni: a) melaksanakan tes kompetensi sosial dan kepribadian bagi guru baru; b) melaksanakan pendidikan dan latihan ESQ; c) kuliah masalah sosial dan kepribadian; d) bimbingan dan konseling bagi guru (psikolog); e) klinik masalah sosial dan kepribadian; f) pemberdayaan pengawas dan kepala sekolah melalui supervisi klinis; g) perluasan materi kajian di KKG dan MGMP; dan h) pelaksanaan lomba guru teladan khusus dalam kompetensi sosial dan kepribadian. (RAN)
Sumber: Disarikan dari penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diakses melalui submenu Jurnal pada sippendidikan.kemdikbud.go.id. Hasil penelitian lebih lengkap dapat mengakses http://sippendidikan.kemdikbud.go.id/kajian-kompetensi-sosial-dan-kepribadian-tenaga-pengajar-pendidikan-dasar.html