Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC)

Halaman : 29
Edisi 65/Juni 2023

Oleh: Iskandar Agung Peneliti pada Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Meski pemerintah telah melakukan sejumlah program peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi guru dan telah memeroleh sertifikat pendidik, namun pencapaian mutu pendidikan cenderung masih belum memuaskan. Guru masih terjebak, bertahan, dan berpedoman pada nilai-nilai lama yang cenderung pasif, sekadar menjalankan tugas, pembelajaran searah, membosankan, kurang kreatif, ketergantungan, dan sebagainya. Perlu ada perubahan cara berpikir (mind set) diri guru. Pengapdosian konsepsi sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) sebagai upaya perubahan cara berpikir, kiranya patut diperhatikan dan diterapkan terhadap guru.

Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) yang dicetuskan oleh Robbins (1994) merupakan pendekatan yang mengubah cara berpikir atau mind set agar seseorang atau kelompok orang dapat mentransformasikan pola dan tujuan hidup sesuai harapan. Sistem NAC ini dapat diterapkan pada siapa, bidang, dan situasi apa pun. Sistem NAC memberikan motivasi , keyakinan, dan rasa percaya diri untuk memulai sesuatu yang sulit atau keinginan untuk meraih suatu prestasi dan sesuatu yang lebih baik, apapun sasaran yang ditujukan, baik untuk pribadi, sekelompok orang, maupun organisasi.

Permasalahan yang dihadapi dari unsur guru adalah kecenderungan guru mempertahankan pola pembelajaran lama yang kurang sesuai dengan tuntutan profesionalisme. Akibatnya, meski guru telah memeroleh pengakuan profesional, namun belum memperlihatkan dampak positif

terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Yang terakhir ini amat membutuhkan perubahan cara berpikir guru dari yang diterapkan selama ini ke arah cara berpikir yang selaras dengan jiwa dan semangat guru yang kompeten dan profesional.

Tulisan ini bertujuan membahas arah perubahan cara berpikir yang perlu diwujudkan oleh guru. Tulisan ini berusaha untuk melakukan pendekatan dan analisisnya dari sudut budaya (culture), yakni pentingnya melakukan perubahan orientasi nilai budaya lama yang membentuk cara berpikir guru selama ini, ke arah orientasi nilai budaya yang membentuk cara berpikir baru. Asumsi yang menyertai tulisan ini, peningkatan mutu pendidikan baru akan terwujud apabila diimbangi dengan perubahan cara berpikir dalam diri guru. Tulisan mengadopsi dan mengadaptasi konsepsi yang terkandung dalam sistem Neuro Associative Conditioning (NAC).

Perubahan Cara Berpikir Guru

Sejak lama guru terjebak ke dalam perilaku pembelajaran yang berpusat pada diri guru (teacher centre), yakni guru sebagai sumber ilmu yang menceramahi atau menerangkan materi kepada peserta didik. Pola pembelajaran seperti itu hanya akan memunculkan sikap pasif guru dalam mencari pengayaan bahan/materi ajar, kecenderungan sekadar menjalankan tugas, pembelajaran yang searah, feodalistik, dan lain sejenisnya.

Di sisi  lain, peserta didik pun cenderung pasif, hanya mendengarkan materi yang diberikan guru. Cara seperti itu sudah tidak relevan lagi, dan perlu diubah ke arah peserta dirik menjadi pusat perhatian (student centre). Pembelajaran oleh guru perlu memadukan pendekatan makna mengajar yang bersumber pada guru dan makna belajar yang bersumber pada peserta didik (Agung, 2011).

Artinya, seorang guru perlu melibatkan perhatiannya terhadap hal-hal yang terkait dengan diri siswa, antara lain: (1) memberikan perhatian dan memotivasi siswa; (2) memunculkan keaktifan belajar siswa; (3) melibatkan siswa dalam proses pembelajaran; (4) melaksanakan pengulangan materi/bahan ajar; (5) memberikan tantangan pada siswa; (6) memberikan balikan dan penguatan; dan (7) memperhatikan perbedaan karakteristik individu siswa.

Peran Sekolah

Berbagai upaya perlu dilakukan oleh pihak yang terkait guna mengubah cara berpikir guru untuk mendukung nilai-nilai baru yang lebih sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zama. Nilai-nilai baru itu perlu disebarluaskan dan ditanamkan ke dalam diri guru, membentuk cara berpikir baru serta energy penggerak pelaksanaan tugas yang lebih berorientasi pada prestasi, dinamis, dan kreatif.

Persoalannya, perubahan cara berpikir seseorang atau sekelompok orang bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah dilakukan. Hal itu karena terkait langsung dengan upaya perubahan orientasi nilai lama ke orientasi nilai baru yang sama sekali berbeda. Kesulitan yang sering ditemui adalah bagaimana mengubah orientasi nilai yang sejak lama didukung, diyakini kebenarannya, dan menjadi pedoman perwujudan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.

Nilai lama telah menjadi bagian dalam diri, membentuk sikap mental tertentu, memberikan kenyamanan, dan menjadi acuan tingkah laku dan perbuatan. Dengan sendirinya, perubahan cara berpikiran dianggap membawa ketidaknyamanan, kesulitan diri, dan bahkan ditolak. Mengingat kesulitan yang dihadapi dalam upaya mengubah cara berpikir seorang atau sekelompok orang, maka di perlukan adanya strategi yang tepat dan efektif guna melakukan perubahan tersebut.

Perubahan  menuntut adanya terobosan kreatif, agar nilai-nilai baru dapat diterima dan diadopsi oleh guru, dan menjadikannya pedoman bagi mewujudkan perilaku pembelajarannya.

Salah satu unsur potensial menyebarkan dan mengubah cara berpikir guru adalah melalui pengembangan sistem lingkungan sekolah yang kondusif dan searah dengan penerapan sistem NAC.

Ada tiga hal yang perlu dijalankan guna menciptakan kondusivitas lingkungan sekolah untuk penyebaran dan penanaman nilai baru, serta perubahan cara berpikir guru dalam menjalankan tugas pembelajarannya. Ketiga hal tersebut mencakup kepemimpinan, iklim organisasi, dan sarana-prasarana pembelajaran.

Kepemimpinan

Salah satu faktor yang juga sering disoroti adalah gaya dan perilaku kepemimpinan dari  para pemimpin organisasi yang bersangkutan. Kepemimpinan adalah proses menggerakkan seseorang atau sekelompok orang kepada tujuantujuan yang umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa. Atas dasar itu, kepemimpinan sekolah menjadi  hal  penting dalam mendukung dan mempercepat penyebaran dan penanaman nilai yang terkandung dalam sistem NAC untuk mengubah cara berpikir dan budaya kerja guru.

Iklim Organisasi

Pengembangan iklim organisasi juga merupakan salah satu unsur pendukung percepatan perubahan cara berpikir guru. Penyebaran dan penanaman nilai yang terkandung dalam sistem NAC tidak/kurang dapat berkembang baik apabila tidak didukung oleh iklim organisasi yang sesuai dengan tuntutan yang ada, terutama dalam menciptakan pembiasaan diri dalam lingkungan internal sekolah.

Sarana-Prasarana

Penerapan sistem NAC dalam upaya mengubah cara berpikir guru tidak terlepas dari kebutuhan akan sarana-prasarana pendukungnya. Tuntutan mewujudkan sikap dan perilaku aktif, kreatif yang menantiasa mengembangkan kemampuan prosesional kerja, sedikit banyak amat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana pendukung pembelajaran sekolah. Sebaliknya, ketersediaan sarana-prasarana tidak akan berfungsi optimal apabila tidak didukung oleh cara berpikir guru yang sesuai dengan pemanfaatannya

Dengan mengadaptasi pendapat Davis (1981), Anderson (1998), Luthans (1995), Goleman (2003) terdapat sifat kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin sekolah, yaitu:

  1. Punya visi ke depan
  2. Jadi agen perubahan/pembaruan
  3. Demokratis, transparan, dan kesetaraan
  4. Berani ambil risiko
  5. Mempercayai orang lain dalam pekerjaannya
  6. Bertindak atas dasar kepentingan individu
  7. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sepanjang hayat;
  8. Mampu menyelesaikan konflik organisasi
  9. Self-awareness
  10. Mampu mengelola emosi
  11. Self-motivation
  12. Mampu mengendalikan ledakan emosi diri
  13. Berempati

Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan iklim organisasi sekolah yang selaras dengan nilai-nilai dalam sistem NAC, antara lain:

1     Prinsip demokratis, transparan, dan kesetaraan

2     Lingkungan kerja yang rapi dan nyaman

3     Penerapan aturan jelas dan konsisten

4     Sikap dan perilaku pegawai baik, akrab, saling menghormat

5     Persepsi untuk meningkatkan efektivitas hasil

6     Kemampuan pegawai mengakses informasi

7     Pengembangan jaringan kerja

8     Pelibatan komponen masyarakat

9     Pemeliharaan hasil pendidikan

10  Antisipatif dan responsif terhadap perubahan