Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganggarkan dana abadi kebudayaan sebesar Rp5 triliun sebagai komitmen dan kepedulian pemerintah dalam mendukung pemajuan kebudayaan Indonesia serta bagian dari revolusi industri 4.0. Alokasi dana abadi kebudayaan ini dimasukan dalam tahun anggaran 2020 agar manfaatnya dapat digunakan pada 2021.
Banyak masyarakat yang memiliki inisiatif untuk menggelar berbagai program di bidang kebudayaan. Namun, inisiatif tersebut tidak selalu sejalan dengan model penganggaran yang ada saat ini di mana kegiatan kebudayaan sangat bergantung pada anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Alokasi dana abadi kebudayaan ini bertujuan untuk menyelesaikan kendala mekanisme pengelolaan keuangan tersebut ketika melangsungkan kegiatan pemajuan kebudayaan di berbagai wilayah Indonesia. Penggunaan alokasi dana akan fokus kepada jenis pembiayaan yang sulit dibiayai untuk pemajuan kebudayaan Indonesia.
Hal ini telah diamanatkan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dengan adanya dana abadi kebudayaan, masyarakat dapat menjalankan dan menjaga kebudayaan Indonesia dengan lebih baik lagi untuk masa mendatang.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid mengatakan, pengelolaan dana abadi kebudayaan akan berbentuk hibah sehingga dapat mendukung kegiatan kebudayaan di Indonesia tanpa terkendala oleh mekanisme dan birokrasi keuangan saat ini.
“Ini pengelolaan akan berkolaborasi, yang sudah pasti melibatkan Kemendikbud dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” ujarnya saat memberikan penjelasan mengenai Program Pemajuan Kebudayaan Indonesia di kantor Staf Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Satu dari skema pengelolaan dana abadi kebudayaan adalah melalui Badan Layanan Umum (BLU) sebagai unit pengelolanya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa BLU sebagai instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Kemenkeu dengan tugas dan fungsinya akan lebih fokus mengurusi pembentukan BLU pengelola dana abadi kebudayaan tersebut. Sementara Kemendikbud akan berkontribusi dalam penggunaan dana hasil pengelolaannya pada 2021 mendatang.
Hilmar juga menjelaskan, skema BLU berada di luar organisasi Kemendikbud, sehingga terdapat beragam komposisi unsur untuk berkontribusi di BLU tersebut. Dalam badan ini, nantinya terdapat panel ahli dan panel seleksi yang bertugas dan terdiri dari 15-17 orang di luar lingkungan Kemendikbud, sedangkan Kemendikbud akan berperan sebagai administrator.
“Di sini kita tentukan (dana,-) dipakai buat apa, panel ahli yang menentukan, siapa yang bisa dapat ada panel seleksi. Tentu (pemilihan,-) berdasarkan proposal yang mengacu pada peraturan. Kemudian apakah dia lolos secara teknis, apakah sesuai apa yang dia usulkan dengan programnya, ada panel seleksi dibentuk juga dari independen,” ungkap Hilmar.
Arah penggunaan alokasi dana abadi kebudayaan juga akan memfokuskan pada komunitas budaya di Indonesia. Hal ini ditempuh guna mendukung komunitas budaya di Indonesia yang masih inferior karena berada di luar jangkauan alokasi APBN.
Saat ini, revitalisasi desa adat juga sudah masuk ke dalam alokasi APBN, perhatian terhadap tradisi pun sudah dibiayai oleh APBN. Hanya saja, kegiatan komunitas yang banyak menghidupi kebudayaan di daerah sebetulnya di luar jangkauan APBN. “Itu karena ada banyak persyaratan yang tidak bisa dipenuhi komunitas budaya seperti harus memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak,-) dan sebagainya,” jelas Hilmar.
Ke depan pengelolaan dana abadi kebudayaan akan memberikan keuntungan besar bagi pelaku kebudayaan Indonesia dan pemerintah. Dengan begitu, pemerintah mampu membiayai kegiatan pelestarian kebudayaan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga sektor kebudayaan di Indonesia akan menjadi lebih maju.
Pekerja Seni Budaya Indonesia Apresiasi Dana Abadi Kebudayaan
Sekitar 100 pekerja seni budaya Indonesia telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Satu di antarnaya adalah musisi Indonesia Yovie Widiyanto yang turut menyambut baik dialokasikannya dana abadi kebudayaan.
Menurut Yovie, tersedianya dana abadi ini akan mendukung kreativitas para pekerja seni budaya serta perkembangan industri kreatif di Indonesia. "Tentu hal itu harus disambut baik oleh kita," katanya.
Senada dengan Yovie, pekerja seni yang sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Muhammad Farhan mengatakan, dana abadi kebudayaan yang akan dialokasikan tersebut cukup besar. Namun, Farhan berharap pengelolaan dana abadi kebudayaan dapat dilakukan dengan baik dan transparan. "Untuk itu harus kerja sama semua, mulai dari pengelolaan awal apakah akan dibentuk badan baru mungkin," tuturnya.
Selain itu, pekerja seni lainnya, Oppie Andaresta mengatakan, alokasi dana abadi kebudayaan tersebut bisa ditujukan untuk melestarikan musik tradisional yang sudah sulit ditemukan pemainnya. Menurutnya, pemerintah saat ini harus fokus mendata kekayaan budaya Indonesia karena saat ini di desanya ada satu alat musik tradisional yang pemainnya tinggal satu orang.
Melalui dana abadi kebudayaan ini juga, lanjut Oppie, kearifan lokal dan kebudayaan yang ada di Indonesia tetap terjaga dan lestari. (DNS)