Manfaatkan Aplikasi Google Arts & Culture
Selain dapat dinikmati langsung melalui laman museum, pengunjung juga dapat memanfaatkan aplikasi Google Arts & Culture yang dapat menjelajah ke lebih banyak museum di Indonesia bahkan sampai mancanegara. Caranya dengan mengunduh terlebih dahulu aplikasi ini dan ketik museum tujuan yang ingin dieksplorasi.
Coba ketikkan “Borobudur” pada kolom “Cari”. Setelah itu, akan terlihat deretan gambar dan pengalaman virtual yang akan diperlihatkan. Cobalah memilih “Virtual Reality Tour”. Pada menu ini, pengunjung seakan benar-benar merasakan berada di lokasi Borobudur dan dapat menikmati setiap sudut dan bagian dari Borobudur. Bedanya, tidak perlu merasakan panasnya udara di wilayah Borobudur dan lelahnya menaiki banyak anak tangga.
Pada beberapa bagian relief, pengunjung dapat mengetahui informasi yang tersaji di dalamnya dengan mengetuk ikon berbentuk huruf i. Informasi disajikan ringkas dan menarik. Selanjutnya, pengunjung juga dapat menjelajahi lebih banyak lokasi di Borobudur dengan mengikuti garis panah yang tersaji pada layar.
Tempat lainnya yang juga dapat memanfaatkan aplikasi Google Arts & Culture adalah Museum Nasional atau yang lebih akrab dikenal dengan Monas. Sama seperti Borobudur, Monas juga dapat dijelajahi lewat “Virtual Reality Tour”. Tidak hanya itu, dengan aplikasi ini, pengunjung juga diajak untuk menikmati pemandangan Kota Jakarta dari atas Monas. Meski berkunjung langsung akan terasa lebih menyenangkan, namun menikmati Monas melalui aplikasi juga memberi pengalaman berbeda.
Selanjutnya, museum lain yang dapat dikunjungi secara virtual adalah Museum Manusia Purba Sangiran. Terletak di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, museum yang berdiri di atas lahan seluas 10.582 meter persegi ini menawarkan kekayaan masa prasejarah yang luar biasa. Lewat aplikasi tur virtual ril, pengunjung dapat melihat beberapa bagian dari museum tersebut.
Ada pula menu untuk mengeksplorasi museum dengan lima tampilan, mulai dari bagian depan, yaitu Klaster Krikilan, berlanjut ke Klaster Manyarejo, Klaster Bukuran, Klaster Dayu, hingga Klaster Ngebung. Seluruh klaster tersebut dapat dinikmati hanya melalui layar ponsel dengan kualitas gambar kualitas tinggi. Pada sejumlah bagian, pengunjung juga diberikan informasi mengenai koleksi tertentu. Diharapkan informasi tersebut dapat memberikan pengetahuan tersendiri bagi pengunjung.
Pada menu lainnya di aplikasi ini, terdapat pula tampilan foto koleksi yang dilengkapi dengan nama dan informasi penting di dalamnya. Foto dapat dibesarkan tampilannya hingga 100 persen sehingga pengunjung dapat melihat detail koleksi tersebut. Menariknya, pada bagian ini, pengunjung juga diberikan pilihan untuk melihatnya secara AR (augmented reality) dengan sebelumnya mengunduh terlebih dahulu aplikasi khusus untuk teknologi tersebut.
Jadi, meski masih dalam kondisi pandemi, belajar dan menambah pengetahuan dari museum serta tempat bersejarah lainnya dapat dengan mudah dilakukan melalui kecanggihan teknologi. Kunjungan tatap muka yang belum diberlakukan pada beberapa museum bukan menjadi alasan untuk tidak bisa berwisata sejarah. Di sinilah teknologi dapat benar-benar membantu masyarakat untuk dapat menyerap informasi dan ilmu sejarah dari koleksi-koleksi dan diorama yang dipamerkan di museum. Apalagi selama September s.d. Desember 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan bantuan berupa kuota belajar. Bantuan ini dapat digunakan untuk menjelajahi museum secara virtual. (RAN/RYK/Diolah dari berbagai sumber)