Lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman telah lama menggema di berbagai wilayah di Indonesia, baik dalam acara kenegaraan maupun dalam berbagai upacara bendera. Meski sudah selama 88 tahun lagu tersebut dinyanyikan, belum banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui sebenarnya “Indonesia Raya” terdiri atas tiga stanza (kumpulan bait) dengan lirik yang berbeda-beda.
Masing-masing stanza memiliki filosofi yang saling berkesinambungan. Pada baris pertama, kata yang digarisbawahi dalam lagu kebangsaan ini adalah “Marilah Kita Berseru Indonesia Bersatu”. Kalimat tersebut penting karena menjadi penyemangat dan seruan bagi Indonesia yang saat itu belum bersatu. Selain itu, dalam stanza pertama juga terdapat kata “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya” yang sebelumnya “Bangunlah Badannya, Bangunlah Jiwanya”. Kedua frasa ini diubah posisinya atas perintah dari Soekarno yang berpendapat, “Tak akan bangun raga seseorang jika jiwanya tidak terlebih dahulu bangun. Hanya seorang budak yang badannya bangkit namun jiwanya tidak.”
Dalam stanza kedua, frasa yang ditekankan adalah “Marilah Kita Mendoa, Indonesia Bahagia.” Makna lirik tersebut landasan spiritual dengan mendoakan Indonesia bahagia. Lirik berikutnya yaitu “Sadarlah Budinya, Sadarlah Hatinya” yang bermakna masyarakat Indonesia yang senantiasa memiliki budi dan hati yang baik.
Sedangkan stanza ketiga terdapat sumpah dan amanat agraria di dalam lirik lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Sumpah setia terucap dalam lirik “Marilah Kita Berjanji, Indonesia Abadi.” Sedangkan amanat agraria terdapat dalam lirik yang berbunyi “Slamatlah Rakyatnya, Slamatlah Putranya, Pulaunya, Lautnya, Semuanya.” Makna agraria yang dimaksud dalam lirik ini tidak terbatas dengan tanahnya, namun seluruh yang terkandung dalam Indonesia, meliputi tanah, laut, hingga luar angkasanya. Untuk menekankan makna agrarian tersebut, maka ketika satu tahun umur Indonesia, pemerintah saat itu sudah melakukan Revolusi Agraria.
Mengetahui isi lagu kebangsaan secara utuh dapat mengenalkan kita terhadap Indonesia secara utuh dan meningkatkan nasionalisme, serta dapat menentukan sikap sebagai warga Indonesia dalam menghormati negaranya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy dalam Peringatan Hari Sumpah Pemuda mengatakan, lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan pada setiap upacara bendera di sekolah-sekolah yang sudah mentradisi merupakan cerminan merawat sejarah Indonesia.
Sementara itu, Sejarawan Gunawan Wiradi yang juga hadir dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan tajuk “Merayakan Indonesia Raya, 88 Tahun Lagu Kebangsaan” menjelaskan tentang sejarah “Indonesia Raya” yang dibuat dalam tiga stanza. Menurutnya, saat ini hampir tidak ada lagu “Indonesia Raya” yang diperdengarkan atau dinyanyikan dengan ketiga stanza yang ada. Padahal, jika hal itu dilakukan, terkandung landasan filosofi yang mendalam.
“Oleh karena itu sebaiknya kita menyanyikan lengkap (tiga stanza). Memang terlalu panjang. Tapi (itulah caranya) kalau kita ingin menghayati dan menghormati lambang bangsa kita,” ungkapnya
Diatur Undang-Undang
Sebagai lagu kebangsaan, “Indonesia Raya” diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Misalnya pada Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mengatur tentang kewajiban memperdengarkan atau menyanyikan “Indonesia Raya”pada acara-acara resmi tertentu. Dalam peraturan yang sama diatur pula tentang sejumlah larangan terkait lagu tersebut.
Sementara pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara disebutkan bahwa lagu kebangsaan dilarang digunakan untuk reklame dalam bentuk apa pun dan tidak boleh menggunakan bagian dari lagu dalam gubahan yang tidak sesuai sebagai lagu kebangsaan.
Dalam PP itu juga diatur tentang sikap setiap warga negara saat mendengar lagu Indonesia Raya dinyanyikan, di mana setiap orang yang hadir berdiri tegak di tempat, mereka yang berseragam dari organisasi memberi hormat dengan cara yang ditetapkan pada institusinya. Sedangkan, yang tidak berseragam memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah dan meletakkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, dan penutup kepala dibuka kecuali kopiah, kerudung, dan ikat kepala sorban. Selain itu, merujuk pada PP tersebut, lagu kebangsaan rakyat Indonesia ini juga tidak menggunakan intro seperti yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Saat ini rekaman lagu “Indonesia Raya” versi asli W.R. Supratman yang direkam oleh tokoh Indonesia Yo Kim Tjan atau Johan Kertayasa pada tahun 1927 dengan alunan musik keroncong tersimpan di Museum Benteng Heritage di Kota Tangerang. Masyarakat umum dapat mendengarkan rekaman tersebut melalui perjanjian terlebih dahulu dengan pengelola museum. Dari 1927 hingga sekarang lagu kebangsaan telah mengalami beberapa kali gubahan, pada tahun 1942-1945, 1950, dan 1997 gubahan Addie MS yang dipergunakan oleh bangsa Indonesia saat ini.
Bangsa Indonesia ditekankan bukan sekadar menghafal lirik lagu “Indonesia Raya”, tetapi bagaimana sikap kita terhadap lagu kebangsaan sebagai simbol identitas bangsa. Jika masyarakat Indonesia mampu memaknai setiap kata dalam lirik lagu dengan sepenuh jiwa, rasa nasionalisme akan mengakar dalam tubuh kita. Tidak hanya itu, karakter bangsa yang berbudi luhur juga akan terbentuk yang akan memperkokoh Nusantara. (*)
Fakta Menarik Lagu Indonesia Raya