Indonesia memiliki warisan budaya yang begitu kaya. Untuk melestarikannya, setiap tahun Indonesia mengajukan warisan budayanya ke UNESCO untuk mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia.
warisan budaya tak benda yang diajukan itu adalah Pinisi, pantun, dan pencak silat.
Setelah tahun 2016 yang lalu sembilan tari Bali ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO, tahun ini Indonesia tengah menunggu keputusan penetapan pinisi dalam sidang UNESCO yang digelar Desember 2017.
Pinisi yang merupakan jenis perahu tradisional, hasil dari teknologi tradisional masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan, diajukan pada 2015 yang lalu. Proses verifikasi yang membutuhan waktu dua tahun telah selesai dan Indonesia tinggal menunggu penetapan dari UNESCO.
Sementara itu, pencak silat baru didaftarkan tahun ini dan jika verifikasi lolos, seni bela diri ini akan ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO pada 2019 mendatang. Di tahun yang sama, Indonesia mengajukan “Pantun, Tradisi Lisan Melayu” sebagai pengusulan bersama Indonesia dengan Malaysia.
Pengusulan bersama ini dilakukan mengingat pantun yang tumbuh mengakar di wilayah Sumatera beririsan dengan pantun Malaysia. Pantun diajukan sebagai Multinational Nomination, yang akan dibahas dalam sidang UNESCO 2018.
Untuk menyosialisasikan pengajuan ketiga warisan budaya tak benda ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar pameran bertajuk “Pendukungan Warisan Budaya Tak Benda: Road To UNESCO”. Gelaran ini diselenggarakan pada 25-28 April 2017 di Grha Insan Berprestasi, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kemendikbud, Jakarta.
Untuk mengenal lebih dekat dengan tiga warisan budaya tak benda ini, JENDELA menghadirkan informasinya berikut ini.
Pinisi
Pinisi dikenal juga dengan nama Phinisi atau Pinisiq merupakan seni pembuatan perahu yang dilakukan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Seni pembuatan perahu ini merupakan pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Bugis-Makassar yang berpusat di Kabupaten Bulukumba, yang terdiri dari 3 desa yaitu Ara, Tanah Beru dan Lemolemo.
Seni pembuatan perahu semacam ini juga ditemukan di daerah Batu Licin, Pulau Laut Kalimantan Selatan dan di Pallengu, Jeneponto, Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan dengan pengrajin yang berasal dari Kabupaten Bulukumba Secara harafiah, “Pinisi” merupakan penamaan untuk tali-temali, tiang, dan layar perahu sekunar Sulawesi, akan tetapi bagi masyarakat Indonesia dan bahkan secara internasional kata itu telah menjadi sebutan popular bagi kebanyakan tipe perahu Nusantara. Perahu pinisi mempunyai ciri dua tiang kayar utama dan tujug buah layar; tiga buah layar di ujung depan, dua di tengah, dan dua di belakang. Perahu ini memiliki fungsi utama sebagai pengangkut barang antar pulau.
Kapal Pinisi dibuat secara bertahap dengan berbagai ritual yang melambangkan makna tertentu. Pembuatan pinisi dilakukan di galangan kapal yang disebut bantilang, yang
umumnya dibuat oleh masyarakat Bulukumba, dengan melibatkan puluhan orang. Mereka terdiri dari punggawa (tukang ahli), sawi (tukang-tukang lain yang membantu punggawa), serta caloncalon sawi.
Pinisi memiliki teknologi yang sejajar dengan sistem perkapalan modern. Ketangguhan pelayaran pinisi telah teruji dengan keberhasilan beberapa misi pelayaran internasional, antara lain Pinisi Nusantara dan Pinisi Ammana Gappa yang membawa misi kebudayaan dan perdamaian. Hal ini telah mengangkat citra dan martabat Indonesia di mata dunia.
Pantun
Pantun adalah tradisi lisan bahasa-bahasa di Nusantara, ketika manusia bukan sekadar bercakap-cakap, tetapi melantunkan apa yang dikatakan dengan irama dan turun naik pengucapan kata yang seolah seperti senandung yang indah. Pantun juga melatih orang berpikir asosiatif bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, di mana masyarakat yang berpantun memiliki keterikatan satu sama lain. Suasana bermasyarakat yang terbentuk adalah saling bertoleransi, saling memperhatikan satu sama lain dalam semangat persaudaraan yang kental.
Selain dikenal luas di berbagai daerah di Indonesia, pantun juga dikenal di hampir seluruh wilayah yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa penutur sehari-hari. Maka pantun juga dikenal di kawasan Asia Tenggara, terutama di Malaysia dan juga di negara-negara lain seperti Singapura, Brunei Darussalam, bahkan sampai ke Thailand bagia selatan dan Filipina.
Pantun merupakan bagian penting dari kekayaan tradisi lisan Nusantara. Nominasi Pantun untuk masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO bersama-sama Malaysia diharapkan dapat mendorong dialog antar budaya dan saling menghormati di antara pada pemilik kebudayaan tersebut.
Pencak Silat
Pencak silat merupakan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pencak Silat di Indonesia memiliki beragam jenis aliran dengan ciri khasnya masingmasing, seperti aliran Cimande dan Cikalong yang memiliki karakteristik berbeda dan mempunyai kelebihannya masing-masing.
Pencak Silat memiliki empat unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu mental-spiritual, bela diri, seni budaya, dan olahraga. Keempat hal inilah yang menjadi ciri khas pencak silat Indonesia dibandingkan seni bela diri lainnya di dunia. Maka penting untuk menjaga kelestariannya. (***)
Pinisi
Pantun
Pencak silat