Satukan Tekad Lestarikan Tradisi Pantun

Halaman : 35
Edisi 68/November2024

Pada akhir tahun 2020, pantun ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (intangible heritage) oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Penetapan tersebut berlangsung pada sidang UNESCO sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paris, Prancis, pada 17 Desember 2020. Penetapan ini merupakan keberhasilan diplomasi budaya yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia.

Pantun adalah bentuk puisi Melayu termasuk di dalamnya Indonesia, di mana tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata. Baris pertama dan baris kedua pantun biasanya untuk tumpuan atau sampiran sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Pantun menjadi tradisi budaya ke-11 Indonesia yang diakui oleh UNESCO.

Perjuangan ini dimulai dari tahun 2017, di mana Indonesia dan Malaysia mengusulkan “Pantun, Tradisi Lisan Melayu (The Malay Oral Tradition)” sebagai pengusulan bersama. Pengusulan bersama ini sesuai dengan visi dan misi UNESCO untuk mendorong dialog antarbudaya, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai antarmasyarakat dunia yang akan mendorong terciptanya perdamaian.

Pantun sebagai warisan takbenda dinilai memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu. Bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial, namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral.

Pengajuan ini merupakan inisiatif komunitas Pantun di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau melalui Lembaga Adat Melayu bersama Asosiasi Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, serta difasilitasi dan didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan juga Pemerintah Provinsi Riau, dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

Alasan pengusulan pantun ini adalah untuk mengembalikan lagi roh kesantunan dan kebaikan budi secara diplomatis, egaliter, dan tidak mengenal hirarki. Berbalas pantun mengajarkan akan persamaan kedudukan. Pantun juga mengajarkan untuk menggunakan bahasa secara halus. Dari segi diplomasi, pantun mengajarkan untuk tidak menyakiti secara fisik atau menimbulkan konflik. Dalam pantun kita diajarkan untuk menempatkan diri secara rendah hati dan tidak sombong.

Setelah pengusulan tersebut, Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan terus mempromosikan pantun kepada masyarakat terutama generasi muda. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain pameran, lokakarya, lomba, dan lain-lain. Melalui kegiatan-kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat mengambil peran sesuai dengan kemampuannya dalam upaya melestarikan warisan budaya takbenda Indonesia, yang memiliki peran penting dalam membangun peradaban bangsa.

Penetapan pantun sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO disambut gembira masyarakat Indonesia. Kemendikbud mengucapkan selamat kepada seluruh masyarakat Indonesia dan juga Malaysia. Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, mengatakan UNESCO menetapkan pantun sebagai warisan takbenda karena dinilai memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral. Pesan yang disampaikan melalui pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.

Pesan yang disampaikan melalui pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.

Penetapan ini bukan merupakan akhir perjuangan, melainkan langkah awal pelestarian tradisi mulia bangsa Indonesia. Hilmar Farid mengajak seluruh pemangku kepentingan mulai bergerak bersama dan menyatukan tekad dengan satu tujuan: membuat pantun tetap hidup dan tidak hilang ditelan zaman. Langkah berikutnya yang juga tidak kalah penting adalah memperkenalkan pantun kepada generasi muda agar mencintai tradisi lisan ini.

Bagi Indonesia, keberhasilan penetapan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda tidak lepas dari keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun berbagai komunitas terkait. Komunitas yang terlibat antara lain Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Lembaga Adat Melayu, Komunitas Joget Dangdung Morro, Komunitas Joget Dangdung Sungai Enam, Komunitas Gazal Pulau Penyengat, Sanggar Teater Warisan Mak Yong Kampung Kijang Keke, serta sejumlah individu dan pemantun Indonesia. (WID)