Program Kampus Merdeka Vokasi: Terobosan Baru Pembelajaran

Dr.sc., Zainal Nur Arifin, Dipl. Ing.HTL., M.T.
Direktur Politeknik Negeri Jakarta

 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah  meluncurkan Merdeka Belajar episode ke-11 'Kampus Merdeka Vokasi'. Melalui program Kampus Merdeka Vokasi diharapkan akan  terintegrasi pendidikan tinggi vokasi dengan dunia kerja demi menghasilkan lulusan yang lebih kompeten, produktif, dan kompetitif. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan program Kampus Merdeka Vokasi dapat direalisasikan, redaksi majalah JENDELA mewawancarai Direktur Politeknik Negeri Jakarta, Zainal Nur Arifin. Berikut petikan wawancaranya. 

 

Secara garis besar sejauh ini apa aja tantangan pendidikan vokasi?

Tantangan pendidikan vokasi saat ini adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang dibutuhkan industri pada era disrupsi dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi, pengembangan kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan industri (industrial based curriculum) sangatlah penting.

 

Apakah program Kampus Merdeka Vokasi mampu menjawab tantangan-tantangan tersebut?

Program Kampus Merdeka Vokasi (KMV) memang merupakan terobosan baru yang berupaya agar proses pembelajaran pada pendidikan tinggi vokasi dapat lebih “merdeka” untuk dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mahasiswa dapat mengikuti proses pembelajaran sesuai passion-nya. Namun program tersebut tidaklah mudah untuk dilaksanakan karena masih banyak regulasi yang perlu disesuaikan, kesiapan dari Penyelenggara PTV (Pendidikan Tinggi Vokasi), dan butuh waktu yang cukup lama untuk mendorong mahasiswa agar mau mengikuti program KMV.

 

Apa saja yang Bapak telah siapkan untuk menyambut program Kampus Merdeka Vokasi?

Politeknik Negeri Jakarta telah melaksanakan program Kampus Merdeka Vokasi sejak tahun 2020 melalui penerapan Kurikulum Kampus Merdeka bagi mahasiswa Angkatan 2020/2021, di mana setiap mahasiswa diwajibkan melaksanakan magang industri minimal 1 semester yang diakui dengan 20 sks, serta diberi hak untuk melaksanakan pembelajaran di luar program studi maksimum 20 sks.

 

Menurut Bapak apakah struktur anggaran program Kampus Merdeka Vokasi  sudah tepat untuk mewujudkan tujuan dari program Kampus Merdeka Vokasi?

Program hibah Matching Fund yang ditujukan untuk pengembangan Pusat Unggulan Teknologi (PUT) memang sangat dibutuhkan oleh penyelenggara PTV dalam rangka meningkatkan lulusan yang bermutu dan berdaya saing serta memiliki kreativitas untuk berinovasi. Namun, keberlangsungan dari PUT tersebut perlu mendapat perhatian. Sedangkan, program hibah Competitive Fund yang bertujuan untuk peningkatan mutu program studi melalui pengembangan kerja sama dengan industri, sudah baik. Menurut saya, struktur anggaran kedua program hibah tersebut sudah tepat. Agar anggaran dapat lebih maksimal dan tepat sasaran,  perlu pengawasan terhadap output dan outcome (dampak) yang diharapkan, serta keberlangsungan (sustainability) dari program hibah.

 

Dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh pengelola pendidikan vokasi agar program Kampus Merdeka Vokasi dapat berjalan maksimal? 

Dalam beberapa hal, yang dibutuhkan sudah difasilitasi. Namun secara kuantitas masih belum mencukupi, seperti misalnya tempat magang bersertifikat yang difasilitasi oleh Ditjen Diksi. Saya rasa, belum semua mahasiswa berkesempatan memperoleh tempat magang tersebut. PNJ saja butuh tempat magang untuk sekitar 2.100 mahasiswa setiap tahunnya. Belum lagi mencari mitra perusahaan yang mau menerima mahasiswa magang selama 6 bulan. Hal ini tidaklah mudah karena belum semua perusahaan memiliki kepedulian untuk “terlibat” dalam menyiapkan lulusan yang dibutuhkan mereka.

 

Kalau dari pelaku industri dukungan seperti apa yang Bapak butuhkan agar program Kampus Merdeka Vokasi dapat berjalan maksimal?

Pelaku industri perlu menyediakan tempat magang bagi mahasiswa penyelenggara PTV. Sepertinya insentif tax deduction bagi industri yang berkontribusi terhadap pendidikan, masih belum tersosialisasikan dengan baik karena ternyata banyak mitra industri yang kami temui masih belum mengetahuinya. Sehingga diharapkan, Kemendikbudristek perlu bekerja sama lebih erat lagi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja untuk melakukan sosialisasi insentif tax deduction tersebut secara masif kepada perusahaan-perusahaan.

 

Apa sebenarnya hambatan pendidikan vokasi kurang maksimal dalam mewujudkan link and match dengan dunia kerja?

Hambatannya, pertama regulasi tentang kurikulum yang masih rigid sehingga sulit menyesuaikan waktu magang berdasarkan kurikulum dengan waktu di mana industri membutuhkan mahasiswa magang. Kedua, masih banyak industri yang belum mau menerima mahasiswa magang meski sudah ada peraturan tentang insentif tax deduction. Ketiga, selama pandemi, jumlah tempat magang menjadi berkurang (khususnya proyek konstruksi). Keempat,  untuk melibatkan praktisi industri untuk mengajar di prodi terkendala dengan nominal honor mengajar yang tidak sesuai dengan standar industri.

 

Apa yang perlu dilakukan pemerintah program Kampus Merdeka Vokasi mampu mewujudkan ‘link and super-match’ dengan dunia kerja?

Membuat regulasi yang mewajibkan semua perusahaan untuk menerima mahasiswa magang. Jika tidak mau menerima mahasiswa magang, maka akan dikenakan sanksi, sebagaimana yang sudah diberlakukan di Swiss dan Jerman.

 

Salah satu tujuan Kampus Merdeka Vokasi adalah mencetak lulusan-lulusan agar lebih terampil dan kompeten, sehingga mudah terserap di dunia usaha kerja. Apa masukan Bapak agar tujuan tersebut dapat terwujud?  

Pertama, kurikulum perlu dibuat bersama dengan industri dan disesuaikan dengan kebutuhan industri. Kedua, menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran (ruang kelas, bengkel, laboratorium, studio, dan lain lain ) yang up to date sesuai dengan perkembangan teknologi di industri. Ketiga, bekerja sama dengan industri dalam penyediaan tempat magang bagi mahasiswa dan dosen, serta rekrutmen lulusan. Keempat, memperbanyak tim teaching antara dosen dan praktisi dari industri. Kelima, menjadikan bengkel, laboratorium, studi sebagai income center (bukan cost center) melalui kerja sama dengan industri dalam melayani kebutuhan industri.