Gotong Royong Ekosistem Kebudayaan dalam Diskusi

Halaman : 16
Edisi 65/Juni 2023

Siapakah sebenarnya manusia Indonesia? Datang dari mana leluhurnya? Sejak kapan mereka mendiami kawasan ini? Pertanyaan-pertanyan ini sering muncul dalam benak masyarakat Indonesia. Sangat wajar, mengingat kepulauan Nusantara telah lama menjadi kediaman bagi ratusan kelompok etnik dan budaya. Kini jumlahnya sudah mencapai lebih dari 500 kelompok, dan penduduknya mempunyai lebih dari 700 bahasa yang berbeda.

Pertanyaan tersebut terjawab melalui penelitian terhadap 70 populasi etnik dari 12 pulau dengan menggunakan penanda DNA. Melalui sampel struktur genetika populasi di kepulauan Nusantara, maka asal-usul manusia Indonesia dapat diketahui.

Studi genetik ini menggunakan DNA mitokondria yang diturunkan melalui jalur maternal atau ibu, lalu kromosom Y yang hanya diturunkan dari sisi paternal atau ayah, serta DNA autosom yang diurunkan dari kedua orang tua. Penanda-penanda genetik tersebut memperlihatkan bukti adanya pembauran beberapa pihak leluhur yang datang dari periode dan jalur kedatangan manusia yang beragam ke kepulauan Nusantara.

Topik di atas adalah salah satu topik dalam konferensi di Pekan Kebudayaan Nasional (PKN), yaitu “Mencari Asal-usul Manusia Indonesia dari DNA”, dengan pembicara Dr. Herawati Sudoyo M.S., Ph.D yang merupakan pemimpin tim studi genetik termaksud di atas. Dia bersama timnya telah mengumpulkan sampel DNA dari seluruh Nusantara, mulai dari daerah padat penduduk sampai ke pelosok hutan Indonesia. Hasil penelitiannya menarik untuk dilihat oleh para peminat sains dan sejarah.

Konferensi merupakan salah satu kegiatan inti Pekan Kebudayaan Nasional. Pada kegiatan ini, tema “Gotong Royong Ekosistem Kebudayaan” akan diturunkan ke dalam 15 topik konferensi yang akan dibahas sepanjang pelaksanaan sejak tanggal 7 hingga 12 Oktober 2019.

Baca Juga: Pergelaran Karya Budaya Menumbuhkan Akar Kebudayaan dalam Diri Anak-anak

Program konferensi senada dengan Undang-undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, khususnya atas 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Pekan Kebudayaan Nasional ini sendiri merupakan bentuk nyata dari kerja-kerja kebudayaan yang di dalamnya terdapat perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan objek budaya nasional kita.

Tema besar “Gotong Royong Ekosistem Kebudayaan” untuk konferensi dipilih karena kerja kebudayaan prinsip awalnya adalah kerja bersama atau gotong royong, yang tahap selanjutnya menjadi keniscayaan untuk terciptanya sebuah sistem kebudayaan.

Gotong royong atau kerja sama juga dapat bermakna bahwa perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan tidak hanya dilakukanoleh pemerintah atau masyarakat saja, tapi juga segala pihak yang memiliki kepentingan dan tanggung jawab atas kebudayaan itu sendiri. Artinya, dari pemerintahan hingga institusi swasta, dari pekerja budaya hingga budayawan, dari pelaku seni hingga masyarakat umum. Semua elemen tersebut akan saling berpartisipasi untuk membangun ekosistem kebudayaan.

Itu mengapa hal-hal yang dibahas dalam konferensi adalah  berbagai isu potensial dalam perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan Objek Pemajuan Kebudayaan, berikut isu-isu di luar kebudayaan, semisal isu-isu ekonomi. Konferensi ini maka menjadi ruang dialog yang segar antara banyak elemen masyarakat.

Baca Juga: Parade Digdaya Nusantara Kaya akan Keragaman dengan Konteks Kekinian

Topik lain yang diangkat pada konferensi di Pekan Kebudayaan Nasional ini adalah “Pemanfaatan Dana Perwalian Kebudayaan”, “Menulis Konten Positif untuk Kebahagiaan”, “Jalur Rempah Menuju Warisan Dunia”, “Kearifan Lokal Ekologi sebagai Sumber Daya Pemajuan Kebudayaan: Pelajaran dari Hutan”, “Rempah Ramuan, dan Naskah Kuno”, dan “Mengelola Limbah, Menyelamatkan Lingkungan, Potensi Ekonomi Kreatif Berbahan Baku Kayu” pada hari pertama.

Tema besar “Gotong Royong Ekosistem Kebudayaan” untuk konferensi dipilih karena kerja kebudayaan prinsip awalnya adalah kerja bersama atau gotong royong, yang tahap selanjutnya menjadi keniscayaan untuk terciptanya sebuah sistem kebudayaan.

Di hari kedua topik yang diangkat “Platform Pemajuan Kebudayaan di Tingkat Lokal”, “Memandang yang Tak Terpandang”, “Pangan, Bahasa, Budaya: Nusantara dalam Piringku”, dan “Hutan dalam Sejarah Masyarakat Nusantara”.

Di hari ketiga mengusung topik “Menghidupkan Lagi Pengetahuan Astronomi Tradisonal”, “Langit dalam Budaya Nusantara”, “Kampanye Pemajuan Kebudayaan”, dan “Aplikasi Bambu sebagai Materi Konstruksi”. Pada hari kedua dan ketiga juga ada presentasi dan diskusi mengenai Dsa Pemajuan Kebudayaan.

Pada hari keempat, yaitu topik “Dinamika Taman Budaya, Museum Daerah, dan Dewan Kesenian”, Sosialisasi Sistem Pendidikan Terpadu melalui Seni dan Budaya”, dan “Peranan Komnitas dalam Membangun Budaya Kreatif”. Pada hari yang sama juga diadakan peluncuran Indeks Pembangunan Kebudayaan, serta presentasi pemenang Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) 2019.

Hari kelima ada empat topik yang diangkat, yaitu “Pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual Komunal untuk Kesejahteraan Rakyat”, “Sastra Adaptasi: Dari Sastra Menuju Medium Lainnya”, “Paradoks Budaya 4.0”, dan “Mencari Asal-usul Manusia Indonesia dari DNA”. Pada hari ini juga diadakan penjurian Lomba Kreasi Audiovisual Sejarah.

Di hari terakhir menyajikan topik “Kebaya Talks”, “Kampanye SayaPerCaya (Pelestari Cagar Budaya)”, serta “Seminar Nasional Florikultura”. Di hari keenam ini juga diadakan Apresiasi Lomba Kreasi Audiovisual. (ANK)