Parade Digdaya Nusantara Kaya akan Keragaman dengan Konteks Kekinian

Halaman : 20
Edisi 65/Juni 2023

Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) bukan sekadar kegiatan kebudayaan selama satu minggu penuh. PKN 2019 ditutup dengan kemegahan Pawai Kebudayaan yang berhasil mencuri perhatian warga Jakarta yang melintas di sekitar jalur protokol Jakarta Pusat, Minggu, 13 Oktober 2019 malam.

Sebanyak 4.324 peserta pawai berjalan mulai dari Pintu 5 Istora melewati Hotel Atlet Century Park, menuju Jalan Asia Afrika, lalu belok kiri menuju jalan Jenderal Sudirman dan berakhir di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pawai menjadi ruang ekspresi bagi semua orang, khususnya peserta pawai yang berasal dari berbagai daerah dan komunitas dari seluruh Indonesia.

Pawai berasal dari 26 provinsi, 2 kabupaten/kota, dan 10 komunitas dari seluruh Indonesia. Mereka menggunakan berbagai macam kostum yang mewakili daerahnya masing-masing, sehingga menambah kemeriahan pawai. Pawai Kebudayaan menggambarkan ragam kebudayaan Indonesia dan ruang ekspresi yang sesungguhnya.

Barisan pawai sepanjang dua kilo meter itupun tak luput dari perhatian warga Jakarta. Tampak beberapa pengendara menurunkan kecepatan kendaraannya untuk mengabadikan momen langka ini menggunakan gawai. Beberapa di antaranya bahkan sengaja memarkir mobilnya untuk mengajak keluarga melihat lebih dekat rombongan pawai yang melintas.

Tema “Parade Digdaya Nusantara” mengandung makna yang mendalam. Parade berarti pawai atau iring-iringan, sementara Digdaya Nusantara memiliki arti kebudayaan Indonesia yang kaya akan keragaman dan tak terkalahkan. 

Baca Juga: Komentar Pengunjung PKN 2019 Belajar Mengenal Budaya Hingga Bernostalgia Masa Kecil

 

Kaya akan Keragaman

Tema “Parade Digdaya Nusantara” mengandung makna yang mendalam. Parade berarti pawai atau iring-iringan, sementara Digdaya Nusantara memiliki arti kebudayaan Indonesia yang kaya akan keragaman dan tak terkalahkan. Semua keragaman itu diaplikasikan dalam berbagai kostum yang dipakai oleh para penampil. Mulai dari Aceh sampai Papua, semua menunjukan kebolehannya, menari dan bermain musik tradisional khas daerah masing-masing. Miniatur Indonesia tergambar jelas dalam barisan pawai kebudayaan.

Pawai Kebudayaan juga diselenggarakan pada malam hari. Hal ini bukan tanpa alasan. Banyak suku bangsa di Indonesia yang memiliki tradisi atau ritual di malam hari. Itu sebabnya pawai ini juga digelar mulai pukul 19.00 WIB. Ini menjadikannya nuansa yang berbeda dibanding pawai-pawai kebudayaan yang selama ini digelar pada pagi atau siang hari.

Tidak hanya itu, pawai kebudayaan ini juga dirangkai keberagaman dalam bingkai yang sama namun dengan konteks kekinian. Penggunaan lampu LED dilakukan, bukan hanya sebagai penunjang penerangan saja, tetapi juga kolaborasi seni dengan sesuatu yang kekinian.

Parade Digdaya Nusantara dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Pagelaran Tari Indonesia Permai dan Pawai. Pagelaran Tari Indonesia Permai digelar di Panggung Nusantara di Istora Senayan, sesaat sebelum pawai berlangsung. Menampilkan tari-tarian, mulai dari Tari Jegog, Daul Madura dan Grasak dari Magelang. Terdapat setidaknya 5 jenis tampilan gelaran. Semua tarian yang ditampilkan mewakili suku Melayu, Sulawesi, Papua, Jawa, dan Sumatera. Ada juga tari Nyawiji sebagai perwakilan ritual bangsa Indonesia. Keindahan pagelaran dan persembahan tari-tarian tersebut dikemas apik oleh para Creative Director Uni Hartati, Heri Prasetyo, dan Denny Malik, dan iringan musik megah Tohpati.

Usai Pagelaran Tari Indonesia Permai digelar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy melepas peserta pawai dari pintu utama dan keluar dari pintu 5 Istora Senayan. Pawai berakhir di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan disambut dengan penampilan apik dari Andra and The Backbone.

Baca Juga:  Perwujudan Amanat Undang-undang dan Ruang Ekspresi Budaya

 

Awal Kebangkitan

Pada kesempatan yang sama, Mendikbud Muhadjir Effendy resmi menutup PKN 2019. Mendikbud berharap PKN menjadi awal kebangkitan kebudayaan nasional. “Mudah-mudahan ini adalah awal kebangkitan kebudayaan nasional kita,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy dalam pidato penutupan PKN di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (12/10/2019).

Mendikbud juga mengapresiasi penampilan Swara Gembira yang mengisi pertunjukkan dalam penutupan PKN. Menurutnya diperlukan cara-cara kreatif untuk memopulerkan budaya sehingga semakin banyak kaum muda yang tergerak dan terpanggil untuk melestarikan tradisinya. PKN bisa menjadi ruang untuk menampilkan beragam ekspresi budaya lintas generasi agar semakin dikenal oleh publik.

Menurut Mendikbud, upaya anak muda untuk mengenal dan melestarikan budayanya merupakan salah satu perwujudan bela negara, khususnya dalam menjaga rasa nasionalisme.

Selain penyerahan Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Takbenda dan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi Tahun 2019, catatan penting dalam penyelenggaraan PKN adalah diluncurkannya Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). Indeks ini menandai keseriusan pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan berbasis kebudayaan.

Baca Juga: Ruang Bersama bagi Keberagaman Ekspresi Budaya



Gairahkan Pelestarian Budaya
Mendikbud juga berharap PKN dapat diselenggarakan setiap tahun dan dimulai dari tingkat daerah, bertahap dan berjenjang dari desa hingga nasional. Dengan gerakan yang dimulai dari daerah, diharapkan dapat semakin menggairahkan upaya pelestarian tradisi yang merupakan kekayaan Indonesia. Muhadjir Effendy juga berharap dengan PKN juga akan bermunculan pertunjukan-pertunjukan kebudayaan berkualitas yang dapat diangkat ke festival di tingkat nasional. (RAN/Sumber: Ditjen Kebudayaan)