Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mendorong sekolah di seluruh Indonesia menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Hingga saat ini implementasi PPK dilakukan pada sekitar 60 ribu sekolah. Di antara sekolahsekolah tersebut, ada beberapa sekolah di daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal) yang telah melaksanakan PPK ini. Meski dengan keterbatasan yang dimiliki, sekolah tersebut mampu menjadi sekolah percontohan bagi implementasi PPK.
Dihadapkan pada keterbatasan, tidak menyurutkan semangat sekolah-sekolah ini menerapkan PPK dan menjadi sekolah percontohan. Sekolahsekolah tersebut merupakan satuan pendidikan yang telah menerapkan berbagai praktik baik pendidikan karakter sehingga diharapkan mampu menjadi contoh atau teladan dan menularkan “virus kebaikan” dalam penerapan PPK di sekitarnya.
SD Negeri 1 Pakan Rabaa, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat merupakan salah satu sekolah percontohan yang telah menerapkan praktik baik pendidikan karakter. Sekolah ini berada di wilayah yang masuk dalam kategori daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Meski demikian, sekolah ini secara konsisten mengimplementasikan PPK. Sekolah lain yang juga termasuk berada di daerah dengan kategori tertinggal, namun menerapkan praktik baik pendidikan karakter adalah SD Negeri Kupal, Kab. Halmahera Selatan, Maluku Utara; SD Inpres 1 Binagara, Kab. Halmahera Timur, Maluku Utara; SD Inpres 48 Mariat, Kab. Sorong, Papua Barat; dan SD Negeri Wamena, Kab. Jayawijaya, Papua. Ada pula SMP yang berada dalam kategori tersebut juga menjadi sekolah percontohan PPK, yaitu SMP Negeri 2 Arso yang terletak di Kabupaten Keerom, Papua dan SMP Negeri 1 Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Sekolah-sekolah tersebut menjadi contoh bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk bisa menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter yang akan menjadi bekal berharga bagi generasi emas 2045.
Baca Juga: Literasi yang Menggerakkan, Literasi yang Menyejahterakan Menggali Potensi dari Pinggiran
Contoh Praktik Baik
Sementara itu dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPK di sejumlah sekolah di Indonesia, terlihat bahwa sekolah-sekolah yang meski masuk dalam kategori daerah tertinggal tetap dapat melaksanakan dengan baik praktik-praktik baik pendidikan karakter. Seperti terlihat pada SMP Negeri 1 Kempo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Setiap Jumat pagi diselenggarakan “kuliah tujuh menit” yang diisi oleh siswa sekolah tersebut secara bergantian.
Sekolah lainnya, yaitu SD Negeri 01 Taluditi, Kabupaten Pahuwato, Gorontalo, membiasakan melaksanakan apel sore dengan melakukan upacara penurunan bendera. Perilaku ini dilakukan sebagai wujud nilai utama karakter nasionalisme. Para siswa juga diberikan ekstrakurikuler baris berbaris yang diselenggarakan untuk meningkatkan nilai kedisiplinan dan integritas siswa.
Sementara siswa-siswa SD Negeri 2 Maria, Kabupaten Bima, NTB memiliki kebiasaan membersihkan kelas begitu tiba di sekolah. Ini merupakan contoh praktik baik dari nilai utama karakter mandiri. Praktik baik pelaksanaan PPK juga ditunjukkan oleh siswa-siswa SMP Negeri 1 Sope, Kabupaten Bima, NTB. Mereka memiliki inisiatif memungut sampah ketika melihatnya di lingkungan sekolah.
Baca Juga: Memeratakan Pendidikan Berkualitas, Mewujudkan Insan Berkarakter, dan Memajukan Kebudayaan
Dari praktik-praktik baik pelaksanaan PPK ini, banyak di antara warga sekolah, seperti guru dan siswa yang merasakan dampak positifnya. Misalnya tumbuhnya semangat siswa hadir ke sekolah lebih awal agar dapat ikut serta bergotong royong membersihkan ruang kelas dan lingkungan sekolah. Ada pula dampak yang terasa pada bidang akademik, yaitu meningkatnya nilai rata-rata rapor karena siswa merasakan senang berada di sekolah.
Kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci penerapan PPK. Sebagai program prioritas pendidikan dan kebudayaan, gerakan PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam sistem pendidikan nasional, yaitu program, kurikulum, dan kegiatan yang berbasis pada kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. (*)