Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diselenggarakan oleh sekolah dengan melibatkan tanggung jawab keluarga atau orangtua dan masyarakat. Sekolah bersama komite diberikan kebebasan menetapkan pelaksanaan PPK selama lima atau enam hari sekolah. Dengan demikian, sekolah dapat lebih leluasa mengatur pelaksanaan PPK sesuai dengan kondisi serta kebijakan masing-masing sekolah.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter memberi keleluasaan bagi sekolah melaksanakan gerakan pendidikan tersebut selama lima atau enam hari sekolah dalam satu minggu. Ketentuan pelaksanaan hari sekolah diserahkan pada masing-masing sekolah bersama komite yang dilaporkan kepada pemerintah daerah.
Bagi sekolah yang menetapkan pelaksanaan pendidikan formal selama lima hari dalam satu minggu, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan. Pertimbangan itu di antaranya, sekolah memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang cukup, tersedianya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan PPK, mampu memanfaatkan kearifan lokal setempat, serta menerima masukan dari pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah.
Karena guru menjadi aktor utama dalam pelaksanaan PPK, maka sekolah perlu mempertimbangkan pelaksanaan hari sekolah dengan melihat kecukupan jumlah guru dengan jumlah siswa yang ada. Sekolah juga harus mempertimbangkan ketersediaan sarana prasarana pendukung sehingga tidak menghambat pelaksanaan PPK yang diselenggarakan selama hari sekolah.
Baca Juga: Guru, Aktor Utama Pelaksanaan PPK PPK Mengembalikan Jati Diri Guru sebagai Pendidik
Implementasi PPK merupakan kolaborasi dan tanggung jawab bersama. Karena itulah, kearifan lokal dan pemberdayaan keunggulan lokal masuk sebagai komponen penerapan PPK. Di sini sekolah dapat melibatkan tokoh masyarakat, seniman atau budayawan lokal. Ini juga menjadi wujud keterlibatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PPK. “Jiwa gotong royong di sekolah harus lebih ditingkatkan lagi. Sekolah dapat tumbuh dengan keunggulan masing-masing,” tutur Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy.
Penyelenggaraan PPK dilakukan terintegrasi dengan kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Dalam pelaksanaannya, implementasi PPK menggunakan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan formal dan guru. Tanggung jawab kepala satuan pendidikan formal dan guru ini dilaksanakan sebagai pemenuhan beban kerja guru dan kepala satuan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPK pada Jalur Nonformal dan Informal
Pada jalur nonformal, implementasi PPK dilakukan melalui satuan pendidikan nonformal berbasis keagamaan dan satuan pendidikan nonformal lainnya. Jenis implementasi ini menekankan penguatan nilai-nilai karakter melalui materi pembelajaran dan metode pembelajaran dalam pemenuhan muatan kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan implementasi PPK di jalur pendidikan informal dilakukan melalui penguatan nilai-nilai karakter dalam pendidikan di keluarga dan lingkungan masyarakat dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri. Contoh paling sederhana kegiatan di lingkungan keluarga yang dapat ditiru dalam pelaksanaan PPK adalah menghabiskan waktu berkualitas antara orangtua dan anak.
Baca Juga: Praktik-praktik Baik Program PPK Ini Tak Ubah Kurikulum Di Sekolah
Dikutip dari laman sahabatkeluarga.kemdikbud. go.id, psikolog dari Yayasan Praktek Psikologi Indonesia (YPPI), Elizabeth Santosa memaparkan kaitan antara anak yang bahagia dengan kecerdasan sosial dan emosional yang dimiliki serta dampak ketika mereka dewasa.
Menurut psikolog yang juga komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini, anak-anak yang bahagia memiliki kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial serta kemampuan sosial dan kemampuan pengambilan keputusan yang lebih baik. Semua sifat ini, lanjutnya, dapat mempengaruhi berbagai aspek di masa depan serta keberhasilan pendidikan, kesuksesan karier, dan lainnya, termasuk kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Kebahagiaan anak antara lain dipengaruhi oleh interaksi sosial positif yang melibatkan anggota keluarga. Karenanya, penting bagi orang tua untuk menghabiskan waktu bersama dengan anak.
“Dengan menghabiskan waktu bersama, orang tua juga akan semakin mengenal anak dan diri sendiri secara lebih baik,” ujar Elizabeth. Dengan mengetahui apa yang membuat dirinya bahagia, lanjutnya, ayah dan ibu bisa menjadi orang tua yang bahagia. Sehingga bisa menularkan kebahagiaanya kepada pasangan dan anak, yang pada akhirnya mendukung anak untuk tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal dan menjadi anak yang bahagia. Faktor lain yang dapat menunjang kebahagiaan anak, kata Elizabeth, adalah kondisi kesehatan serta punya kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, baik melalui seni, hobi, pekerjaan, ataupun minat pribadi lainnya. (*)
BREAKER : Kearifan lokal dan pemberdayaan keunggulan lokal masuk sebagai komponen penerapan PPK. Di sini sekolah dapat melibatkan tokoh masyarakat, seniman atau budayawan lokal.