Penguatan Pendidikan Karakter di Tahun Pelajaran Baru

Halaman : 14
Edisi 68/November2024

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong penerapan kebijakan yang bermuara pada pemerataan pendidikan yang berkualitas. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan, amanat untuk melakukan penguatan karakter siswa menjadi dasar berbagai kebijakan tersebut.

"Kita ingin mengubah keadaan yang berkaitan dengan pendidikan dalam rangka menyiapkan anak bangsa yang lebih baik, yang lebih bias menjawab tantangan zaman. Sebagai menteri saya mengimplementasikan apa yang menjadi visi Presiden sesuai dengan program aksi kabinet kerja" demikian disampaikan Mendikbud di ruang rapat Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta, Selasa (13/06).

Untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan perkembangan era globalisasi, diperlukan penguatan karakter bagi peserta didik melalui restorasi pendidikan karakter di sekolah. Restorasi tersebut dilakukan dalam Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang dijadikan fondasi dan ruh utama pendidikan.

Gerakan PPK dilakukan melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olahraga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Nilai utama yang terdapat dalam PPK, yaitu nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas, dan religius, harus diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, hingga akhirnya menjadi budaya.

Pelaksanaan PPK dilakukan dalam tiga basis, yaitu berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Siswa mendapatkan PPK tidak dalam mata pelajaran melainkan terintegrasi dengan kegiatan kurikuler, baik intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Menurut Mendikbud, terwujudnya PPK sebagai fondasi utama dari pembangunan karakter bangsa merupakan transformasi dari penanaman nilai-nilai Pancasila secara berkelanjutan.

"Contoh konkret penanaman nilai tersebut dapat dilihat melalui aspek keteladanan kepala sekolah, guru, orangtua, seluruh figur penyelenggara pendidikan, serta tokoh-tokoh masyarakat" katanya.

Baca Juga: Pemenuhan 24 jam Tatap Muka Tidak Lagi Jadi Persyaratan Tunjangan Profesi

 

Selain di sekolah, kegiatan PPK juga memerlukan peran dari orangtua. Sebagai poros pendidikan, pembangunan karakter merupakan kewajiban bersama semua elemen masyarakat. Untuk itu, perlu dukungan komitmen dan regulasi yang mendukung gerakan PPK. Salah satu regulasi yang sudah terbit adalah Implementasi Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah sebagai badan gotong royong dan partisipasi masyarakat.

Di tahun 2016 sebanyak 542 sekolah (SD dan SMP) telah tergabung menjadi sekolah percontohan penerapan program PPK. Sekolah-sekolah tersebut merupakan sekolah yang telah menerapkan berbagai praktik baik pendidikan karakter sehingga diharapkan mampu menjadi contoh/teladan dan menularkan "Virus Kebaikan" dalam penerapan PPK di sekitarnya. Sekolah-sekolah yang dipilih juga ditentukan berdasarkan keterwakilan provinsi, kondisi geografis, maupun status sekolah negeri dan swasta.

Implementasi program PPK akan dilaksanakan secara bertahap. Di tahun 2017 ini, Kemendikbud menargetkan sebanyak 1.626 sekolah akan menjadi target rintisan PPK, yang akan memberikan dampak pada sekitar 9.830 sekolah di sekitarnya.

Hingga tahun 2020, target implementasi penuh PPK diharapkan dapat terwujud. Tentu, implementasi PPK menyesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan sekolah. Diharapkan, keberhasilan satuan pendidikan yang menjalankan PPK dapat menjadi teladan/inspirasi bagi seluruh satuan pendidikan lainnya.

Tercapainya tahapan pelaksanaan PPK disesuaikan dengan keberagaman dan tingkat kesenjangan setiap satuan pendidikan, yaitu di perkotaan, subperkotaan, sampai daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Hal ini mempertimbangkan keterbatasan prasarana dan sarana sekolah, serta aksesibilitas ke sekolah seperti jalur lembah, hutan, sungai, dan laut. (***)