Pemenuhan 24 jam Tatap Muka Tidak Lagi Jadi Persyaratan Tunjangan Profesi

Halaman : 16
Edisi 65/Juni 2023

Salah satu perubahan yang mendasar adalah mengenai kebijakan pemenuhan 24 jam tatap muka yang sekarang tidak lagi menjadi persyaratan untuk mendapatkan tunjangan profesi bagi guru.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tentang Perubahan Nomor 74 2008 tentang Guru merupakan hasil pembahasan bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan kementerian lain, yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sekretaris Negara.

Pemenuhan 24 jam tatap muka kini tidak lagi menjadi persyaratan untuk mendapatkan tunjangan profesi. Dengan demikian guru tidak lagi meninggalkan sekolah untuk pemenuhan beban kerja tatap muka. Selama guru berada di sekolah dan/atau di luar sekolah untuk melaksanakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, maka guru mendapatkan haknya untuk menerima tunjangan profesi. Pemenuhan jam kerja selama 40 jam per minggu ini termasuk waktu istirahat selama setengah jam yang dilaksanakan keseluruhannya pada satu satuan pendidikan, dilakukan untuk melaksanakan beban kerja guru, yaitu 5M.

Dalam Pasal 52 PP Nomor 19 Tahun 2017 disebutkan bahwa Beban Kerja Guru mencakup kegiatan pokok:

  1. merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;
  2. melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;
  3. menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan;
  4. membimbing dan melatih peserta didik; dan
  5. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.

Beban kerja guru tersebut paling sedikit memenuhi 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka dalam satu minggu.

Baca Juga: Pengelolaan Biaya Pendidikan pada Penerimaan Peserta Didik Baru

 

Kekurangan Jam Tatap Muka Bisa Dikonversi dengan Kegiatan Lain

PP Nomor 19 Tahun 2017 mempermudah guru untuk memenuhi ketentuan minimal 24 jam tatap muka karena 24 jam tersebut tidak hanya dilakukan di luar kelas, melainkan juga bisa berupa kegiatan di luar kelas. Kegiatan di luar kelas tersebut bisa dikonversi menjadi jam tatap muka. Dari 5M kegiatan pokok guru, 2M di antaranya bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka, yaitu membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Sumarna Surapranata mencontohkan, seorang guru pendidikan formal juga bisa mengajar untuk pendidikan nonformal atau kesetaraan, misalnya Paket A, B, atau C. Kegiatan mengajarnya itu bisa dikonversi maksimal enam jam tatap muka.

Berdasarkan Pasal 15 PP Nomor 19 tahun 2017, pemenuhan beban kerja sebagai guru dapat diperoleh dari ekuivalensi beban kerja tugas tambahan guru. Untuk tugas tambahan guru yang menjadi wakil kepala sekolah, ketua program keahlian di SMK, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi sekolah, bisa dikonversi menjadi 12 jam tatap muka.

Selanjutnya, untuk tugas tambahan bagi guru yang menjadi pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu, bisa dikonversi menjadi enam jam tatap muka. Terakhir, untuk tugas tambahan yang terkait dengan pendidikan di sekolah, bisa dikonversi paling banyak enam jam tatap muka.

Pranata mengatakan, kegiatan lain di luar kelas yang masih berkaitan dengan pembelajaran siswa juga bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka. Misalnya guru berinisiatif membawa siswanya ke pasar. Perjalanan dari sekolah ke pasar, kegiatan di pasar, hingga kembali ke sekolah yang menghabiskan waktu beberapa jam itu bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka.

Dengan membawa siswa ke pasar, guru bisa mengajarkan siswa belajar tentang jual beli, ilmu ekonomi, hingga belajar berbisnis. "Nggak fair ketika guru membawa siswanya ke pasar, tetapi dia tetap harus memenuhi 24 jam tatap muka. Padahal membawa anak ke pasar juga dalam rangka Penguatan Pendidikan Karakter dengan tema kemandirian, antara lain kewirausahaan" ujar Pranata.

Baca Juga: Daftar Sekolah, Daftarkan Juga KIP-mu!

 

Kreativitas Guru dalam Penguatan Pendidikan Karakter

"Jangan remehkan kreativitas guru. Jangan pesimis. Kita harus optimis." tegas Pranata terkait kemampuan guru berkreasi dalam menciptakan kegiatan yang mendukung Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Berbagai kegiatan di dalam maupun di luar kelas bisa diciptakan guru untuk melaksanakan PPK. Misalnya dalam mengenalkan nilainilai nasionalisme, guru bisa membawa siswa ke museum.

Di museum, guru bisa memperkenalkan sejarah, benda-benda pusaka, atau budaya secara langsung, tidak hanya melalui foto yang biasanya terjadi di dalam kelas. Penerapan PPK di sekolah memberikan ruang kepada guru untuk berkreasi.

Kemendikbud melalui Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan juga telah memberikan pelatihan kepada guru untuk meningkatkan kreativitasnya terkait penerapan PPK di sekolah. "Kreasi itu kita ajarkan, tetapi kreasi sendiri lebih hebat." ujar Pranata. Kreativitas guru dalam membuat berbagai kegiatan PPK juga tidak terbatas pada mata pelajaran yang diampunya. Guru Bahasa Indonesia, misalnya, bisa saja mengajarkan siswa bagaimana cara bercocok tanam yang baik, karena ia hobi dan ahli bercocok tanam.

Dalam hal ini, guru SD memiliki kelebihan dalam ruang berkreasi, karena pola belajar mengajar di SD berdasarkan Kurikulum 2013 adalah tematik. Contoh sederhana lain, guru juga bisa memanggil tukang cilok yang kerap berjualan di depan sekolah untuk menjadi sumber belajar di kelas.

Siswa bisa belajar kemandirian dan kewirausahaan dari tukang cilok yang akan berbagi pengalaman mengenai persiapan berdagang, penjualan, hingga menghitung hasil, dan bagaimana dia bisa bertahan hidup dari berjualan cilok. Bagi sekolah yang berada di daerah, guru bisa saja membawa siswa ke lingkungan alam seperti hutan.

Di sana siswa bisa ditugaskan untuk mempelajari jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang terdapat di hutan. Pranata mengingatkan agar guru tidak terpaku pada pembagian antara intrakurikuler, kokurikuler, dan esktrakurikuler. Sekolah dan guru bisa lebih bebas berkreasi menciptakan kegiatan dalam proses belajar-mengajar.

Baca Juga: Kemendikbud Antisipasi Kecurangan Penerimaan Peserta Didik Baru

 

Manfaatkan Sumber Belajar Lain, Seperti Madrasah Diniyah

Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter bisa dilakukan dengan memanfaatkan sumber belajar lain atau learning resource. Untuk mendukung penguatan pendidikan karakter dalam delapan jam di hari sekolah, siswa bisa melakukan kegiatan keagamaan di masjid, gereja, pura, wihara, dan pusat aktivitas ibadah lainnya.

Diharapkan sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga lain dalam mengisi kegiatan delapan jam di hari sekolah, salah satunya dengan Madrasah Diniyah. Jika sekolah dapat bekerja sama dengan Madrasah Diniyah atau Taman Pendidikan Alquran (TPA) , maka guruguru di TPA atau Madrasah Diniyah itu bisa datang ke sekolah memberikan pelajaran agama.

Begitu juga jika ingin mengajarkan kesenian kepada siswa. Sekolah bisa bekerja sama dengan sanggar seni atau komunitas kebudayaan, atau mengundang para seniman atau budayawan ke sekolah untuk mengenalkan seni-budaya kepada siswa.

Pemberlakuan delapan jam di hari sekolah tidak berarti siswa harus terus berada di sekolah selama delapan jam. Aktivitas yang dilakukan siswa dalam PPK bisa berlokasi di sekolah, di lingkungan sekitar sekolah, maupun di luar sekolah. Kegiatan-kegiatan di luar sekolah pun nilainya bisa dikonversi dengan nilai kepribadian atau pendidikan karakter. Karena itulah Kemendikbud mendorong reformasi sekolah dapat segera dilaksanakan, terutama untuk mengubah paradigma guru dalam menerapkan metode mengajar. Guru diharapkan bisa meningkatkan kreativitasnya dalam menciptakan metode belajar, sehingga tidak hanya berupa ceramah di kelas.

Baca Juga: Pemerataan Kualitas Pendidikan Melalui Sistem Zonasi PPDB

 

Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler

Penguatan Pendidikan Karakter bisa melekat dalam tiga bentuk kegiatan di sekolah, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk pemenuhan kurikulum, yaitu belajar sesuai mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum masing-masing jenjang pendidikan.

Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan atau pendalaman kompetensi dasar atau indikator pada mata pelajaran/bidang sesuai dengan kurikulum. Kegiatan kokurikuler bisa berupa kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain untuk penguatan karakter siswa.

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian siswa secara optimal.

Kegiatan ekstrakurikuler bisa berupa kegiatan krida (olahraga), karya ilmiah, latihan olah-bakat/ olah-minat, dan keagamaan, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang biasanya terdapat di sekolah antara lain Paskibra, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), atau Klub Basket.

Kegiatan keagamaan juga termasuk di dalam kegiatan ekstrakurikuler, misalnya aktivitas keagamaan meliputi madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, katekisasi (pemberian pelajaran dalam ilmu agama Kristen), retreat, baca tulis Al Quran dan kitab suci lainnya.

Baca Juga: Edukatif Kreatif, Upaya Ciptakan Suasana Kondusif Bagi Peserta Didik Baru

 

Pelatihan dan Modul untuk Guru dalam Mengembangkan Kreativitas

Kegiatan-kegiatan yang diciptakan guru dalam melaksanakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK menjadi salah satu tugas guru yang bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka. Untuk mendukung pelaksanaan PPK di sekolah, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan telah memberikan pelatihan kepada guru-guru.

Secara total, ada sekitar 15-ribu hingga 20-ribu guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia yang telah mengikuti pelatihan PPK. Ditjen GTK juga telah memberikan sekitar 2.000 modul PPK untuk guru.

Semua modul tersebut dikembangkan sesuai dengan lima nilai utama karakter prioritas dalam PPK, yaitu religius, nasionalis, integritas, gotong-royong, dan mandiri. Modul-modul tersebut bisa diunduh secara daring melalui laman http://tendik.kemdikbud.go.id atau http://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id.

Selain itu, sosialiasi mengenai PP Nomor 19 Tahun 2017 juga telah dilakukan Kemendikbud kepada para kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia. Sosialisasi tersebut berlangsung di Jakarta, dan dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama dilaksanakan pada tanggal 7 sampai 9 Juni 2017, sedangkan gelombang pertama pada tanggal 13 hingga 15 Juni 2017. (***)