Cerita PIP dari Daerah Beri Kesempatan Anak Putus Sekolah Menggapai Mimpi

Halaman : 10
Edisi 65/Juni 2023

Program Indonesia Pintar (PIP) menjadi salah satu andalan pemerintah untuk menekan angka putus sekolah, baik yang berasal dari wilayah paling timur hingga paling barat Indonesia. Tidak hanya untuk di daerah perkotaan, program ini juga menyasar daerah-daerah di pelosok, termasuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Contohnya di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Kepala DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Amir Wonda mengatakan, PIP mampu menarik anak-anak yang putus sekolah di wilayahnya untuk kembali bersekolah. Ia mengaku terus menyosialisasikan tujuan dan manfaat PIP kepada masyarakat melalui pertemuan-pertemuan, maupun saat pelaksanaan ibadah. “Sekarang masyarakat sudah mengerti tentang (pentingnya) pendidikan,” ungkapnya.

Di beberapa daerah, khususnya di daerah 3T, masih banyak masyarakat yang belum menganggap pendidikan sebagai hal yang penting. Mereka lebih memilih anak-anak untuk bekerja dibandingkan mengenyam pendidikan. Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, Papua, berusaha mengedukasi masyarakat akan pentingnya bersekola. Kehadiran PIP meringankan upaya edukasi pemerintah kepada masyarakat, karena manfaat PIP dapat langsung dirasakan orang tua. “Orang tua terbantu dalam menyediakan biaya personal putra-putrinya untuk sekolah,” tambah Wonda.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, Paranto, menyampaikan bahwa PIP sangat membantu dan menyentuh langsung masyarakat di Kabupaten OKU. “Sangat bermanfaat sekali. Banyak anak-anak yang tertolong,” ujar Paranto. Selain membantu anak agar tidak putus sekolah, PIP juga dinilai mampu menarik anak yang telah putus sekolah agar kembali mengenyam pendidikan, walaupun tidak selalu kembali ke sekolah formal.

Baca Juga: Cerita KIP dari Daerah PIP Mencerahkan Masa Depan Anak Bangsa

Paranto menceritakan, saat dirinya sedang berobat di salah satu dokter di Kabupaten OKU, ia melihat anak usia sekolah menjadi tukang parkir di tempat itu. Ketika ditanya apakah masih sekolah, anak itu menjawab tidak karena ketiadaan biaya. Bahkan anak itu rela menjadi tukang parkir demi membantu orang tua.

Saat itu juga Paranto langsung mendata anak tersebut untuk dapat bersekolah hingga mendapat ijazah paket A, dan nantinya akan berlanjut ke paket B dan C. Pemanfaatan PIP yang berhasil menarik peserta didik untuk kembali bersekolah seperti ini sudah banyak terjadi di Kabupaten OKU. “Ini bukan satu atau dua, bahkan 10 atau 20 siswa yang seperti ini,” katanya.

Selain mengobarkan semangat peserta didik, program yang telah berjalan sejak tahun 2014 ini juga membuat kepala sekolah semangat mengajak anak untuk sekolah. Paranto menambahkan, di Kecamatan Ulu Ogan ada kepala sekolah yang tidak hanya mengedukasi orang tua agar menyekolahkan anaknya, namun sampai rela membelikan seragam untuk memancing anak agar mau bersekolah. Anak-anak ini juga menjadi penerima manfaat PIP.

Keberpihakan PIP terhadap masyarakat miskin juga diamini oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Aspansius. PIP yang membantu biaya pendidikan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk bersekolah. Selain itu, program ini juga mampu semakin menumbuhkan eksistensi dan kesetaraan masyarakat kepada masyarakat miskin. “Ada semacam pengakuan untuk masyarakat agar setara di bidang pelayanan pendidikan,” terangnya.

Baca Juga: Cerita KIP dari Daerah PIP Dorong Siswa Untuk Berprestasi

 

Cegah Drop Out

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, ada dua hal sasaran PIP. Pertama adalah menjamin tidak lagi ada siswa yang drop out, dan yang kedua menjamin siswa akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. “Dan ke depan seharusnya kemudian akan diperkuat dengan program wajib belajar 12 tahun,” jelas Mendikbud.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Hamid Muhammad mengatakan, persoalan program PIP yang dulu menjadi masalah klasik tentang keakurasian data sekarang sudah bisa diatasi. Dari total 17,9 juta penerima, sekarang hampir 17 juta datanya sudah valid sesuai data penerima Program Keluarga Harapan (PKH). “Jadi sisanya masih tetap usulan sekolah, ditambah sekitar lima ribuan yang berasal dari anak-anak yang belajar di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), selebihnya sudah sesuai dengan data,” ungkap Hamid beberapa waktu lalu.