Saat ini belum banyak pemerintah daerah yang mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk urusan pendidikan di daerahnya masing-masing. Pemerintah pusat terus mendorong pemerintah daerah untuk mampu menjalankan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut. Komitmen akan pembiayaan pendidikan yang kuat menjadi salah satu modal dalam melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.
Bila mengacu pada data yang tertuang dalam npd.kemdikbud.go.id, belum banyak pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang telah mengalokasikan APBD-nya sebanyak 20 persen untuk pendidikan. NPD merupakan singkatan dari Neraca Pendidikan Daerah yang mendata sejumlah isu pendidikan di daerah, mulai dari anggaran pendidikan, akreditasi, kondisi ruang kelas, hasil ujian nasional (UN) dan Indeks Integritas UN, kualifikasi guru, nilai Uji Kompetensi Guru (UKG), hingga data mengenai rasio antara guru dan murid. NPD diluncurkan untuk mematik keterlibatan publik dalam pengawasan alokasi anggaran.
Dalam data di npd.kemdikbud.go id itu, hanya pemerintah provinsi DKI Jakarta yang pada 2016 lalu mengalokasikan sebanyak 22,29 persen APBD-nya untuk pendidikan. Jumlah tersebut melebihi besaran minimal yang diamanatkan Undang-Undang. Komitmen tersebut diapresiasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy dan mengimbau agar hal tersebut juga dapat diikuti oleh pemerintah daerah lainnya sehingga sejalan dengan semangat pemerintah pusat mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk fungsi pendidikan.
Baca Juga: Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sekolah, Wujud Perhatian Pusat ke Daerah
Dari npd.kemdikbud.go.id ini juga diketahui bahwa masih ada sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran pendidikannya kurang dari lima persen. Bahkan ada pula provinsi yang hanya menganggarkan 1,35 persen untuk anggaran pendidikan di daerahnya. Ini merupakan persentase paling kecil di antara provinsi lainnya.
Meski demikian, apabila membandingkan antara 2016 dengan 2017, mayoritas pemerintah provinsi memiliki komitmen menaikkan anggaran pendidikan di daerahnya. Jawa Tengah misalnya. Jika pada 2016 mengalokasikan sebanyak 2,89 persen, di tahun 2017 anggaran untuk fungsi pendidikan di daerahnya naik signifikan menjadi 13,97. Demikian pula dengan Sumatra Barat yang pada 2016 tercatat mengalokasikan anggaran sebanyak 4,07 persen menjadi 18,52 persen di tahun 2017.
Provinsi lain yang menaikkan anggaran pendidikan dari APBD murninya secara signifikan di antaranya Riau (dari 8,19 persen di 2016 menjadi 18,89 persen di 2017), Sumatra Selatan (dari 1,98 persen menjadi 14,15 persen), dan Kalimantan Tengah (dari 3,00 persen menjadi 13,60 persen). Komitmen untuk terus meningkatkan anggaran fungsi pendidikan di daerah inilah yang sangat dinantikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Mendikbud mengungkapkan, membangun pendidikan berkualitas bukan semata menjadi tanggung jawab Kemendikbud. Itu karena 20 persen APBN yang dialokasikan untuk fungsi pendidikan disebar ke 20 kementerian/lembaga dan transfer ke daerah. Untuk 2018 ini sebanyak 63,3 persen atau sekitar Rp 279,3 triliun di antaranya merupakan anggaran yang ditransfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sisanya dibagi ke-20 kementerian dan lembaga, termasuk Kemendikbud. “Sehingga kalau untuk mempercepat kualitas pendidikan hanya dibebankan ke Kemendikbud, itu sangat tidak mungkin,” jelasnya.
Baca Juga: Redistribusi Guru DalamdanLintasKabupaten/Kota di Satu Provinsi Jadi Wewenang Pemda
Mendikbud juga menuturkan, peran masyarakat dalam mengawal dan mengawasi distribusi APBD menjadi sangat penting. Kementerian, tambah Mendikbud, tidak memiliki hak untuk mendesak pemerintah daerah mengalokasi anggaran untuk pendidikan sesuai amanat UU. “Rakyat yang bisa,” katanya seraya menambahkan bahwa masyarakat dapat memanfaatkan data pada NPD untuk turut serta berperan di daerahnya masing-masing.
Mendikbud mengingatkan bahwa pembiayaan pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga masyarakat. Masyarakat dapat membantu memberikan sumbangan atau donasi untuk kemajuan sekolah, sehingga kualitas pendidikan juga semakin meningkat. “Jadi kalau ada kepala sekolah yang mengajak masyarakat memajukan sekolah, saya dukung itu,” ujar mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini. (RAN)