Komitmen Melaksanakan Amanat UU Pemajuan Kebudayaan

Halaman : 18
Edisi 65/Juni 2023

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy pernah menyampaikan keinginannya agar kebudayaan Indonesia menjadi nafas dari kelangsungan hidup bangsa, menjadi darah kepribadian, menjadi mentalitas, dan nilai-nilai kebangsaan anak didik kita. Hal tersebut terjawab dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Melalui undang-undang ini, maka pelindungan, pemanfaatan, pengembangan, dan pembinaan terhadap 10 objek pemajuan kebudayaan dapat berjalan lebih optimal. Sepuluh objek pemajuan kebudayaan tersebut adalah tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.

Baca Juga: Penguatan Pendidikan Karakter Fondasi dan Roh Utama Pendidikan

Undang-undang pemajuan kebudayaan menjadi pendorong bagi terbitnya Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah. Semakin cepat terbitnya regulasi di bawahnya maka pemajuan budaya di Indonesia dapat segera terwujud karena kesadaran untuk memajukan budaya memang harus dimiliki oleh seluruh pihak.

Pemajuan kebudayaan mengonsolidasikan program pembangunan di bidang kebudayaan lintas Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Selain itu, pelibatan publik dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan menjadi hal yang tak kalah penting. Melalui keterlibatan Dewan Kesenian, Dewan Kebudayaan, Majelis Adat, Komunitas, dan masyarakat lainnya; ruang-ruang publik akan lebih berdayaguna untuk mendukung pemajuan budaya.

Sebagai bagian dari pengimplementasian UU Pemajuan Kebudayaan, Kemendikbud mendorong pemerintah daerah menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang berisi data inventarisasi obyek pemajuan kebudayaan di daerah. Hingga 2018, sebanyak 339 pemerintah daerah yang telah menyerahkan dokumen PPKD kepada Kemendikbud.

Menindaklanjuti PPKD itu, Kemendikbud kemudian melaksanakan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang bertujuan terbentuknya agenda-agenda pokok dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang kebudayaan selama 20 tahun ke depan. KKI melahirkan dokumen strategi kebudayaan yang diterima langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Upaya lainnya yang dilakukan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meningkatkan tata kelola kebudayaan adalah dengan membentuk platform Indonesiana. Indonesiana adalah suatu mekanisme pengelolaan terpadu atas festival atau kegiatan budaya yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan didukung oleh Pemerintah Pusat, serta dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam satu wadah kerja bersama.

Baca Juga: Capai Pendidikan yang Berkeadilan dengan Zonasi Pendidikan

Pada tanggal 7-13 Oktober 2019 Kemendikbud mengadakan Pekan Kebudayaan Nasional 2019 (PKN) di tingkat pusat dengan tema “Indonesia Bahagia”. Acara ini diselenggarakan di Istora Senayan dan Parkir Selatan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Pekan kebudayaan juga dilakukan di daerah pada periode April-September 2019. Setidaknya ada lima kegiatan utama dalam Pekan Kebudayaan Nasional, yaitu kompetisi daerah, kompetisi nasional, konferensi pemajuan kebudayaan, ekshibisi kebudayaan, dan pergelaran karya budaya bangsa.

Sebelumnya, Kemendikbud menyelenggarakan Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) di Bumi Perkemahan Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 21-25 Juli 2019. Sebanyak 133 kelompok lolos seleksi dengan total peserta 589 orang. Satu kelompok terdiri dari 3-5 peserta. Seluruh kelompok dibimbing tim fasilitator yang bertugas mendorong diskusi agar kelompok berhasil menyusun proposal, memberi inspirasi dan perspektif baru dalam upaya pemecahan tantangan pemajuan kebudayaan melalui bentuk-bentuk purwarupa/aktivasi inisiatif sosial tertentu. Gagasan yang telah dipertajam lewat bimbingan ini dipresentasikan di hadapan juri pada waktu kemah.

Salah seorang peserta, Indah Nur Zahra merasakan manfaat Kemah Budaya Kaum Muda. Selama ini ia berpikir bagaimana caranya untuk mengembangkan budaya bersama tim. “Ide kami dinilai pihak fasilitator terlalu idealis. Nah di sini kami diajari bagaimana caranya budaya itu bisa menghasilkan uang. Seru!” kata Indah. (DLA)