Pemajuan Kebudayaan Sambut Baik UU Pemajuan Kebudayaan, Ini Harapan Budayawan

Halaman : 20
Edisi 65/Juni 2023

Disahkannya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan pada tanggal 27 April lalu menjadi akhir dari perjalanan panjang pembahasan draf UU yang awalnya diberi nama RUU Kebudayaan itu. Pengesahan tersebut pun tidak begitu saja mengakhiri perdebatan di antara para pegiat budaya, baik praktisi maupun akademisi. Berbagai tanggapan dan harapan pun muncul.

Ketua Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Yogyakarta (ISI) Yogyakarta, Suwarno Wisetrotomo mengatakan, UU Pemajuan Kebudayaan merupakan payung penting bagi aparatur negara dan warga negara untuk memperlakukan dan mendistribusikan praktik dan produk kebudayaan, kewenangan yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia, dengan tujuan yang jelas: yakni memajukan dan memberdayakan. Dengan demikian, kebudayaan dalam seluruh produknya menjadi modal pembangunan yang penting. Pada ujungnya, dengan pendekatan semacam itu akan memunculkan kebanggaan setiap warga negara, komunitas, suku, menjadi bagian penting dari keindonesiaan.

"Sepantasnya kita semua menyambut baik disahkannya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan ini. Dengan UU Pemajuan Kebudayaan ini menunjukkan bahwa negara melalui aparatur pemerintah memiliki kesadaran dan keberpihakan bahwa kebudayaan merupakan aset penting, bahkan utama, bagi bangsa ini. Mengabaikannya hanya akan menciptakan situasi mundurnya keberadaban," ujarnya. Suwarno yang juga menjadi kurator tetap di Galeri Nasional Indonesia itu juga berharap pemerintah dapat benar benar menyusun strategi kebudayaan yang mencerminkan peran negara dalam memajukan kebudayaan secara sistemik. "Ujungnya adalah membangun harkat dan martabat bangsa" tuturnya.

Menurut Suwarno, melalui UU ini negara berkesempatan memikirkan kembali format pemberian penghargaan pada para pionir dan pelaku kebudayaan yang sudah menginspirasi dan memberikan kontribusi pada bangsa ini dengan lebih layak dan berkelanjutan. Ia juga berharap agar hukum dan sanksi dapat dilaksanakan dengan tegas. "Agar kebudayaan dalam aspek perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tidak berhenti sebagai jargon, tetapi benarbenar terwujud. Kebudayaan harus dimaknai sebagai kata kerja untuk terus dihidupkan, bukan kata benda yang hanya bisa dielus-elus" tegasnya.

Baca Juga: Delapan Hal Ini Bisa Kamu Lakukan untuk Pemajuan Kebudayaan Indonesia

Musisi Gilang Ramadhan mengatakan, banyak hal yang harus dilakukan pemerintah bersama masyarakat terkait kebudayaan. Sebagai salah satu seniman bidang musik, Gilang menyoroti tentang hak-hak seniman dan kebijakan pemerintah dalam memajukan seniman menjadi sebuah profesi yang diakui secara resmi. "Kalau tuntutan-tuntutan, misalnya di KTP sudah berani belum menulis seniman atau budayawan sebagai pekerjaan? Kalau iya, apakah diakui oleh lembaga lain, misalnya bank?" katanya.

Gilang menuturkan, saat ini pekerjaan seniman atau budayawan berada di posisi yang abu-abu, termasuk dirinya. Secara pribadi, nama Gilang Ramadhan memang sudah dikenal masyarakat luas sebagai seniman profesional. Namun, tutur Gilang, banyak seniman atau budayawan lain yang namanya tidak mencuat ke permukaan, atau tidak dikenal publik, padahal mereka memiliki kontribusi besar dalam memajukan kebudayaan. "Jadi saya tidak berbicara dari sisi musisi saja, tapi makna budayawan secara luas. Ada pemahat, penyair, dan lain-lain," katanya. Terkait objek pemajuan kebudayaan yang masuk di dalam UU Pemajuan Kebudayaan, Gilang setuju perlu adanya usaha pelindungan dan pelestarian objek budaya secara sistematik yang diatur oleh pemerintah. Bahkan ia menyoroti aspek pendidikan merupakan hal penting dalam mengenalkan budaya kepada generasi bangsa, sebelum masuk ke tahap pelindungan dan pelestarian.

"Bagaimana mau ada pelestarian kebudayaan, kalau anak kecil saja tidak kenal budaya. Budaya harus dikenalkan sejak dini. Bisa jadi Kemendikbud, misalnya, mewajibkan setiap anak harus bisa berbahasa daerah. Karena saat ini banyak juga generasi bangsa yang gengsi berbahasa daerah. Dari pendidikan semua awalnya" ujar Gilang.

Baca Juga: RUU Pemajuan Kebudayaan Anggota Dewan Sepakat Setujui RUU Disahkan

Ia berharap, pemerintah dapat menggunakan lembaga pendidikan dalam mengenalkan budaya kepada generasi bangsa. "Fondasi awalnya itu pendidikan, supaya anak-anak sadar diri bahwa mereka anak-anak Indonesia, harus tahu budaya apa saja yang perlu dilestarikan."

Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengakui, berbagai respons muncul dari para seniman atau budayawan dalam menanggapi UU Pemajuan Kebudayaan terutama saat masih berupa draf RUU Kebudayaan. Namun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memilih untuk bersikap maju terus mengajukan RUU tersebut, daripada larut dalam perdebatan terus menerus.

Kemendikbud merasa memiliki kebutuhan untuk menetapkan RUU Pemajuan Kebudayaan menjadi undangundang. Setelah RUU tersebut disahkan, siapapun tetap bisa memberikan saran dan kritik. Undang-undang tetap bisa direvisi sesuai prosedur kenegaraan yang berlaku. "Yang penting patokannya sudah ada. Kita kan selama ini cenderung meributkan patokan yang dibuatnya saja belum. Patokannya saja belum ada, tapi sudah diributkan. Kalau tidak ada aksi, tidak pernah akan ada kenyataan berubah" tegasnya. (*)