USBN Dorong Otonomi Guru

Halaman : 20
Edisi 67/Juni 2024

Pelibatan guru dalam penyusunan soal-soal ujian sekolah berstandar nasional (USBN) dimaknai sebagai bagian dari upaya menegakkan otonomi guru, terutama dalam hal evaluasi proses hasil belajar siswa di sekolah. Pemberdayaan guru itu juga menjadi bagian dari peningkatan profesionalisme guru secara berkelanjutan.

Dalam penerapan Kurikulum 2013, guru dituntut untuk mampu meningkatan kompetensinya yang mencakup pembuatan soal ujian berjenjang dari yang sederhana hingga tingkat tinggi. Para guru pun butuh penguatan dalam pembuatan soal tingkat tinggi sebagai pencerminan dari materi ajar yang diajarkan kepada siswa di kelas.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, sudah cukup lama guru tidak terbiasa membuat alat evaluasi hasil belajar sendiri. Karena itu, kata dia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar berbagai pelatihan bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal ujian sebagai alat evaluasi belajar siswa.

"Kita ingin guru semakin memahami tentang standar isi, standar evaluasi, terutama kompetensi lulusan yang diharapkan. Bukan sekadar apa yang diajarkan guru, tapi apa yang harus dimiliki oleh siswa saat dinyatakan lulus," ujar Mendikbud beberapa bulan lalu.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Hadapi UN dan USBN

Guru harus memahami tentang standar nasional kompetensi lulusan yang diharapkan sehingga dalam membuat soal ujian dapat sesuai dengan standar tersebut. “Jadi bukan apa yang diajarkan oleh guru, tetapi apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa itu kalau nanti dia lulus,” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu

Setelah guru-guru mengikuti pelatihan membuat soal, diharapkan mereka dapat lebih teratur dalam membuat perencanaan mengajar hingga membuat soal ujian sendiri, sehingga tidak ada lagi yang mengambil soal ujian dari pihak lain. Semua pihak pun harus siap dengan segala perubahan pada penyelenggaraan USBN kali ini dan tidak bersikap antiperubahan. “Memang berubah itu bukan jaminan kita akan maju, tapi setidaknya kita sudah berikhtiar untuk maju,” tutur Mendikbud.

USBN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi siswa yang dilakukan sekolah untuk seluruh mata pelajaran dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar, kecuali mata pelajaran muatan lokal (mulok).

USBN sebenarnya bersinggungan juga dengan kalibrasi guru atau peningkatan kemampuan guru yang mengacu pada standar pendidikan nasional. Tiga hal yang menjadi dasar guru melakukan kalibrasi, yaitu konten, proses, dan evaluasi. Jika guru dilatih secara intensif membuat soal berstandar nasional, maka guru pun seharusnya bisa menghasilkan soal sekaliber nasional.

Baca Juga: Menuju 100% Ujian Nasional Berbasis Komputer

Pelibatan guru dalam pembuatan soal USBN kali ini dilakukan melalui komunitas guru di setiap daerah yang tergabung dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) dan atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dalam pembuatannya, guru harus tetap mengacu pada standar dan kisi-kisi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan tetap dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat. Sebanyak 20-25 persen soal dalam USBN 2018 akan dibuat oleh Pusat sebagai soal jangkar (anchor), sedangkan 75-80 persen soal akan dibuat oleh guru yang dikonsolidasikan melalui KKG atau MGMP tersebut.

KKG adalah wadah kerja sama guru-guru dalam satu gugus, dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional mereka yang fungsi utamanya adalah menampung dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar melalui pertemuan diskusi, pengajaran contoh, demonstrasi penggunaan, dan pembuatan alat peraga. MGMP sama halnya dengan KKG, merupakan suatu organisasi guru yang dibentuk untuk menjadi forum komunikasi yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari di lapangan. KKG berada di tingkat Sekolah Dasar sedangkan MGMP berada di tingkat sekolah lanjutan, baik Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Memengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno mengungkapkan, keterlibatan guru dalam membuat soal USBN juga bisa menjadi acuan atau tolok ukur sekolah dan pemerintah daerah dalam melakukan pemetaan terhadap kemampuan guru itu sendiri. “Esai yang membuat juga (guru,-) sekolah. Jadi yang tahu seberapa bobotnya hanya sekolah, jadi diserahkan ke sekolah. Dalam membuat soal juga harus mempertimbangkan bobot, itu dilakukan di MGMP,” jelasnya.

Baca Juga: Pertama Kali USBN di Jenjang Sekolah Dasar

Semangat dari pelibatan guru dalam pembuatan soal USBN kali ini adalah penilaian untuk pembelajaran (assemnet for learning) bukan sekadar penilaian untuk pengajaran (asseement for teaching) sehingga menjadi hal yang esensial. Ada kecenderungan sekolah yang tidak hanya mengukur materi apa saja yang sudah diajarkan guru kepada siswa, namun juga melalui USBN semestinya dapat mengukur materi apa saja yang dikuasai siswa untuk menamatkan jenjang pendidikannya. (DLA/ABG)