Bangkit Pascabencana Siswa Harus Tetap Bersekolah

Halaman : 6
Edisi 65/Juni 2023

Serentetan gempa dashyat dan tsunami menerpa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), beberapa waktu lalu. Hal itu membuat proses pendidikan di daerah terdampak bencana sempat terhenti tetapi kondisi ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Siswa harus tetap bersekolah, meskipun dalam keterbatasan sarana prasarana. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama sejumlah pihak mengerahkan segenap upaya agar siswa terdampak bencana tetap dapat menikmati layanan pendidikan.

Kabar mengenai gempa berkekuatan 6,4 skala Richter (SK) yang menggunjang Lombok, NTB, pada 29 Juli 2018 membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy langsung memerintahkan jajarannya di daerah untuk mengecek kondisi sekolah. Ia khawatir bangunan sekolah mengalami kerusakan hingga dapat menghambat proses belajar mengajar.  

Benar saja. Mendikbud Muhadjir menerima laporan bahwa ada lima bangunan sekolah yang mengalami kerusakan.  Lantas Ia menurunkan tim untuk menyiapkan tenda sebagai pengganti ruang kelas sementara beserta perlengkapan sekolah agar pembelajaran siswa tetap berlangsung.

Tindakan yang sama juga dilakukan saat sepekan berikutnya terjadi gempa berkekuatan 7 skala Richter dan menyebabkan ratusan bangunan sekolah rusak berat. Sehari pascagempa, Kemendikbud bersama sejumlah pihak bergegas turun ke lapangan untuk melihat dampaknya dan menyalurkan bantuan yang diperlukan. Pada lain kesempatan, Mendikbud Muhadjir beberapa kali juga ikut dalam rombongan untuk meninjau sejumlah sekolah terdampak gempa serta mengunjungi para korban.

Baca Juga: Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud Tim Gerak Cepat Penanganan Bencana

Upaya Kemendikbud menanggulangi bencana di Lombok ini dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menggulirkan bantuan senilai lebih dari Rp200 miliar agar digunakan untuk membangun tenda sebagai ruang kelas sementara dan lainnya. Selain itu, Kemendikbud juga melakukan penanganan psikososial anak, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memulihkan trauma yang dialami korban serta melakukan kampanye kembali belajar di sekolah.

Di lokasi terjadinya gempa, Kemendikbud mendirikan pos pendidikan yang digunakan untuk mendistribusikan berbagai bantuan pemenuhan layanan dasar para korban terdampak gempa. Di pos itu pula dilakukan pengkajian kerusakan dan kebutuhan penanganan pascagempa sehingga pemberian bantuan dapat relevan dengan kebutuhan para korban.

Sementara itu pascagempa hebat berkekuatan 7,7 skala Richter di Sulteng pada 28 September 2018, Kemendikbud langsung berkoordinasi dengan tim perintis penanganan bencana setempat untuk mendapatkan perkembangan kondisi fasilitas pendidikan, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta menentukan titik-titik strategis penyerahan bantuan.

Gerak cepat penanganan pascagempa dan tsunami dilakukan agar dapat segera memulihkan kondisi Sulteng, terutama di bidang pendidikan. Kegiatan belajar tidak boleh terlalu lama berhenti. Untuk itu kelas-kelas darurat disiapkan bersama dengan para relawan, lembaga masyarakat, dan pihak lainnya. Mendikbud juga mengimbau masyarakat di luar provinsi Sulteng dan daerah sekitarnya agar berlomba-lomba untuk menjadi orang tua asuh bagi anak-anak terdampak bencana.

Baca Juga: Reaksi Cepat Tanggap Kemendikbud Dukung Percepatan Pemulihan Pascabencana di NTB

Bentuk Sekretariat Penanggulangan Bencana

Keseriusan Kemendikbud dalam penanganan daerah terdampak gempa tidak hanya diwujudkan dalam bentuk penyaluran bantuan maupun pengiriman relawan. Bentuk keseriusan lain yang dilakukan adalah terbitnya Keputusan Mendikbud (Kepmen) Nomor 234/P/2018 tentang Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud.

Kepmen ini memperbarui struktur sekretariat penanggulangan bencana yang sebelumnya tertuang dalam Kepmendikbud Nomor 40/P/2017 tentang Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana Kemendikbud. Alasannya agar dapat meningkatkan efektivitas koordinasi antar unit utama di Kemendikbud, lintas kementerian/lembaga terkait, dan organisasi nonpemerintah dalam penanggulangan bencana pada saat prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. (RAN)

Breaker: Kegiatan belajar tidak boleh terlalu lama berhenti. Untuk itu kelas-kelas darurat disiapkan dengan para relawan, lembaga masyarakat, dan pihak lainnya.

Baca Juga: Bahu-membahu Pulihkan Layanan Pendidikan di Sulawesi Tengah

Infografis:

Bentuk Penanganan Pascabencana oleh Kemendikbud, antara lain:

  1. Pendirian tenda sebagai ruang kelas darurat/sementara
  2. Pengiriman tim untuk pelayanan psikososial, psikoedukasi, dan pemulihan trauma
  3. Rehabilitasi dan revitalisasi sekolah yang rusak pascabencana
  4. Pemberian tunjangan khusus bagi guru yang menjadi korban
  5. Bantuan logistic berupa makanan, perlengkapan kebutuhan dasar, pakaian bersih, peralatan sekolah
  6. Pendataan jenis bantuan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan
  7. Pemberian beasiswa berupa bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP) khusus bencana
  8. Bantuan di bidang kebudayaan, antara lain menggelar kegiatan Nusantara Festival, permainan tradisional, penguatan pendidikan kaakter melalui media inspiratif, bantuan pemerintah untuk komunitas sejarah, pemugaran cagar budaya, dan penyelamatan koleksi museum di Palu.

(Sumber: Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud)