Layanan Dampingan Psikososial Ajak Masyarakat Lepaskan Rasa Cemas Pascabencana

Halaman : 16
Edisi 65/Juni 2023

Salah satu dampak dari peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di Lombok dan Palu pada pertengahan tahun 2018 adalah munculnya rasa cemas, khawatir, dan takut berlebih (trauma) pada masyarakat, termasuk anak-anak.

Untuk membantu menanggulangi kondisi tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)bekerja sama dengan beberapa organisasi dan lembaga sosial memberikan dukungan psikososial awal untuk membantu guru dan anak-anak cepat pulih dan kembali ke sekolah dengan rasa aman.

Dukungan psikososial yang dimaksud adalah Layanan Dampingan Psikososial (LDP) yang merupakan kerja sama antara Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK), Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud dengan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC).LDP diawali dengan melakukan asesmen terhadap guru dan siswa di lingkungan bencana dengan tujuan mengetahui besaran dampak psikologis bencana yang terjadi secara umum.

Jika dampak yang terjadi lebih banyak menimpa guru, maka layanan psikososial terlebih dahulu diberikan kepada guru agar mereka bisa terlepas dari rasa ketakutan dan stres berlebih dalam waktu yang lebih cepat, sehingga proses belajar mengajar di sekolah dapat segera dilakukan. Fase awal dukungan psikososial ini biasanya dilakukan selama dua hari dan berfokus pada pemulihan emosional guru sebagai pelaku utama dalam kegiatan belajar mengajar.

Baca Juga: Pendidikan Tanggap Bencana Minimalkan Risiko Bencana Melalui Program SPAB

Pada hari pertama, para guru diberikan kesempatan untuk melepaskan emosionalnya melalui berbagi dan bercerita (sharing) kepada orang lain. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam kelompok besar atau kecil, dan didampingi oleh pihak layanan psikososial. Selanjutnya, guru diberikan keterampilan manajemen stres dalam bentuk teori dan relaksasi, dengan tujuan agarmerekajuga menyadari bahwa dalam situasi krisis, wajar jika timbul berbagai reaksi psikologis seperti menjadi lebih takut atau lebih cemas.

Respons tersebut adalah normal dan guru diharapkan dapat menerimanya sebagai keadaan yang normal pula, serta mampu mengatasi dengan hal-hal yang positif. Misalnya dengan mengingat hal-hal apa yang membuat mereka bertahan menghadapi situasi sulit atau dengan dukungankeluarga, masyarakat,dan kegiatan rohani.

Dalam proses keterampilan manajemen stres, guru dibekali kemampuan 3L,yaitu look, listen, and link (melihat, mendengar, dan menghubungkan). Look adalah melihat dengan peka atas reaksi yang terjadi pascabencana;listenadalah mendengarkan masalah atau keluhan yang terjadi pascabencana dan berdampak pada emosional; sertalink adalah menghubungkan dengan layanan yang lebih tinggi seperti psikolog untuk mendapatkan dukunganlebih lanjut atas reaksi pascabencana yang masih berkelanjutan, misalnya mimpi buruk yang berkepanjangan, takut bersosialisasi, atau trauma berlebihan sehingga tidak mau masuk ruangan.

Baca Juga: 37 Ribu Lebih Sekolah Ada di Wilayah Risiko Tinggi Bencana Alam

Setelah melakukan proses sharing dan mendapatkan keterampilan manajemen stres, pada hari kedua guru akan diberikan pembekalan tentang bagaimana membentuk mekanisme dukungan psikososial antarguru. Hal ini dilakukan agar di dalam sekolah terbentuk lingkungan yang saling mendukung, karena pemulihan pascabencana akan berlangsung dalam waktu panjang sehingga dibutuhkan lingkungan kekeluargaan yang saling mendukung.

Selain itu, guru juga diberi kesempatan untuk mempraktikkan ilmu yang diperoleh kepada siswa dan mengaplikasikan ke dalam beberapa kegiatan yang menghubungkan fisik, kreatif, manipulatif, komunikatif, dan imajinatif seperti menggambar, mendongeng, bermain, menyusun gambar (puzzle), atau kegiatan yang mengasah kreativitas. Misalnya dalam menghias tenda, siswa mempunyai kesempatan berinteraksi dengan kelompok dan lingkungan lain, sehingga dapat menstimulasi terjadinya interaksi sosial.

Sementara itu, dukungan psikososial kepada anak-anak diberikan dalam bentuk kegiatanmendongeng, menggambar, dan mewarnai. Ada pula kegiatannonton film barengdi berbagai pos pengungsian. Film yang diputar merupakan film Indonesia yang telah disewa hak tayangnya oleh Kemendikbud, seperti “Iqra”, “12 Menit untuk Selamanya”, “Knight Kris”, dan “Negeri Dongeng”. 

Baca Juga: Bangkit Pascabencana Siswa Harus Tetap Bersekolah

Dukungan psikososial juga dilakukan lewat kegiatan pelestarian kebudayaan dengan mengenalkan dan mengajak anak terlibat dalam permainan tradisional seperti egrang dan membatik. Kegiatan berkesenian, seperti bermain alat musik juga diberikan kepada anak-anak korban bencana ini.(PRM)

Infografis:

BeberapaDukunganPsikososial yang Dilakukan:

  • Kegiatan berbagi dan bercerita (sharing)
  • Mendongeng, menggambar, dan mewarnai
  • Nonton film bareng
  • Bermain permainan tradisonal
  • Bermain alat musik

Di sampingitu, Kemendikbud juga menggulirkan sebanyak 50 paket dukungan psikososial senilai Rp 8,3 miliar untuk bencana di Sulawesi Tengah