Pemerintah Daerah Tetapkan Zona Penerimaan Peserta Didik Baru

Halaman : 11
Edisi 66/Mei 2024

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018, kuota untuk jalur zonasi ditetapkan paling sedikit 90 persen dari daya tampung sekolah dan sekolah wajib mengumumkannya sesuai ketentuan rombongan belajar (rombel) sebelum membuka pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB). Penetapan zona pada jalur zonasi dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan membuat petunjuk teknis PPDB dan peraturan kepala daerah yang berpedoman kepada permendikbud tersebut. Penetapan zonasi itu paling lama satu bulan sebelum proses PPDB dilaksanakan pada Mei 2019.

Penetapan zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh pemda sesuai dengan kewenangannya, dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah. Pemda wajib memastikan semua wilayah administrasi masuk dalam penetapan zonasi sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam menetapkan zonasi pada setiap jenjang, pemda perlu melibatkan musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah.

Selain itu, pemda wajib memperhatikan jumlah ketersediaan daya tampung yang disesuaikan dengan ketersediaan jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di daerahnya. Bagi sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi atau kabupaten/kota, penetapan zonasi pada setiap jenjang dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan secara tertulis antarpemda. Pemda juga wajib melaporkan penetapan zonasi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di provinsinya masing-masing.

Sekolah yang diselenggarakan oleh pemda wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili sesuai zona yang ditetapkan. Domisili calon peserta didik tersebut dilihat berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat satu tahun sebelum pelaksanaan PPDB. Jika belum memiliki kartu keluarga, maka dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW) yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa setempat.

Kuota minimal 90 persen dalam jalur zonasi PPDB sudah termasuk bagi peserta didik tidak mampu dan atau anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemda. Misalnya, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan lainnya.

Baca Juga: Jalur Alternatif Penerimaan Peserta Didik Baru 2019, Butuh Partisipasi Aktif Orang Tua

Dengan begitu, basis data keluarga miskin dilihat dari data penerima KIP atau sejenisnya, baik yang menjadi program pemerintah pusat maupun daerah. Bagi keluarga miskin yang belum memiliki kartu-kartu tersebut, dapat meminta kepada sekolah untuk membuat rekomendasi. Caranya, sekolah pada jenjang sebelumnya melampirkan surat rekomendasi berisi data historis yang menyatakan siswa yang bersangkutan terdaftar sebagai siswa miskin.

Orang tua atau wali peserta didik wajib membuat surat keterangan yang menyatakan bersedia diproses secara hukum, apabila terbukti memalsukan bukti keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu tersebut. Jika ada dugaan pemalsuan bukti keikutsertaan itu, maka sekolah bersama pemda wajib melakukan verifikasi data dan lapangan serta menindaklanjuti hasil verifikasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Peserta didik yang orang tua atau walinya terbukti memalsukan bukti keikutsertaan tersebut akan dikenai sanksi pengeluaran dari sekolah. Ketentuan ini berlaku juga bagi orang tua atau wali yang terbukti memalsukan keadaan sehingga seolah-olah peserta didik merupakan penyandang disabilitas.

Kebijakan zonasi secara detail pada setiap jenjang diterapkan berbeda. Misalnya, pada seleksi calon peserta didik baru kelas 1 Sekolah Dasar (SD) mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas, yaitu usia, lalu jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan oleh pemda setempat. Sekolah wajib menerima peserta didik yang berusia 7 tujuh tahun dengan domisili dalam zonasi yang telah ditetapkan. Jika usia calon peserta didik sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang terdekat dengan sekolah.

Baca Juga: Yuk, Ketahui Proses Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru!

Selanjutnya jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), seleksi calon peserta didik baru kelas 7 menggunakan mekanisme daring (online) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, maka yang diprioritaskan adalah peserta didik yang mendaftar lebih awal.

Untuk daya tampung terakhir dari sisa kuota jalur zonasi, jika terdapat calon peserta didik yang memiliki jarak tempat tinggal dengan sekolah sama, maka dilakukan dengan memprioritaskan peserta didik yang memiliki nilai ujian sekolah berstandar nasional (USBN) lebih tinggi. Ketentuan sisa kuota jalur zonasi ini juga berlaku untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), namun yang diprioritaskan bukan nilai USBN, melainkan nilai ujian nasional (UN).

Kerja Sama dengan Kemendagri, Sukseskan Zonasi di Daerah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengintegrasikan data pokok pendidikan (dapodik) di Kemendikbud dengan data kependudukan dan catatan sipil di Kemendagri dalam mendukung kebijakan zonasi pada sistem PPDB.. Mulai tahun pelajaran 2019/2020, nomor induk siswa nasional (NISN) akan diganti dengan nomor induk kependudukan (NIK). Integrasi data kependudukan dengan dapodik ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan kerja sama antara kedua belah pihak tentang pemanfaatan NIK, data kependudukan dan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik dalam lingkup tugas Kemendikbud pada 10 November 2016 lalu. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menuturkan, melalui integrasi data kependudukan dengan data pendidikan, satu dari beberapa hal yang akan diubah pada sistem PPDB tahun ini adalah teknis pendaftaran anak ke sekolah tujuan. Ke depannya, orang tua tidak perlu datang ke sekolah untuk mendaftarkan anaknya. “Nanti kita harapkan dengan dukungan aparat Kemendagri itu justru sekolah bersama-sama dengan aparat desa dan aparat kelurahan mendata anak ini harus masuk sekolah mana, itu ditetapkan oleh pemerintah terutama untuk masuk sekolah negeri,” tuturnya.

Baca Juga: Pemerintah Daerah, Sekolah, dan Masyarakat Punya Andil dalam Penerimaan Peserta Didik Baru

Kedua kementerian juga akan membentuk satuan tugas (satgas) PPDB untuk memastikan berjalannya kebijakan zonasi dalam sistem PPDB. Kemendikbud dan Kemendagri secara bersama-sama akan mengawasi implementasi kebijakan zonasi dalam sistem PPDB hingga ke daerah-daerah.

Dirktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, tugas satgas PPDB akan dirumuskan lagi secara teknis. Yang pasti, kata dia, Kemendagri akan melakukan pembinaan kepada daerah yang tidak menerapkan zonasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Ini kebijakan nasional. Pemerintah itu satu. (Pemerintah) pusat, provinsi, kabupaten, atau kota, itu satu. Kalau sudah menjadi garis nasional, (pemerintah) daerah harus melaksanakan,” tegasnya.

Menurut Zudan Arif, penanggung jawab akhir urusan pendidikan nasional ada di pundak Mendikbud, bukan bupati atau walikota. Kepala daerah bertugas sebagai penyelenggara pendidikan yang taat asas dengan program nasional. Karena itu Kemendagri akan memberikan pendampingan kepada Kemendikbud dan pembinaan kepada pemda dalam implementasi kebijakan zonasi. “Misalnya dengan sosialisasi, pemahaman, dan sanksi kalau tidak ikut (kebijakan nasional) berdasarkan undang-undang pemerintah daerah. Ini (zonasi) program nasional untuk tujuan nasional,” ujarnya. (DES/ABG)