Program Gizi Anak Sekolah untuk Generasi Sehat, Cerdas, Produktif, dan Kompetitif

Halaman : 14
Edisi 66/Mei 2024

Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, intelektualitas, dan produktivitas yang tinggi. Guna mencapai kemajuan tersebut, pemerintah menuangkan citacita ini di Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Pasal 3 UU ini menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Hal ini sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang menetapkan pendidikan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Pemenuhan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat dapat dicapai melalui pendidikan gizi, perbaikan konsumsi pangan dan Penguatan Pendidikan Karakter.

Salah satu konsentrasi pemerintah terhadap pembentukan generasi bangsa yang kuat adalah dengan menurunkan prevalensi stunting di kalangan siswa. Menurut rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2015-2019, penurunan prevalensi stunting adalah 28 persen pada 2019. Untuk itu, di pendidikan dasar terdapat beberapa program yang dilakukan untuk mendukung rencana tersebut, salah satunya adalah Program Gizi Sensitif.

Dalam program gizi sensitif, yang dapat dilakukan adalah dengan mengenalkan perilaku hidup sehat dan bersih kepada siswa. Fokus kegiatannya adalah pada perubahan perilaku kesehatan dan hidup bersih, terutama akses terhadap air dan lingkungan yang bersih.

Baca Juga: Pendidikan Gizi Bagi Remaja untuk Calon Ibu Sehat

 

Namun demikian, untuk wilayah yang memiliki tingkat stuntingnya tinggi, Kemendikbud melakukan intervensi pemberian asupan makanan kepada siswa SD melalui Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS) sejak 2016. Program ini merupakan intervensi pemberian asupan gizi kepada anak usia 4-12 tahun yang merupakan anak usia sekolah dasar dan terindikasi mengalami defisit asupan gizi, protein dan memiliki kebiasaan makan kurang dari tiga kali sehari. Target lainnya adalah anak-anak yang tidak sarapan saat berangkat sekolah dan tinggal di wilayah termasuk dalam kategori rentan/rawan pangan berdasarkan pemetaan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga yang kompeten.

Untuk meraih tujuan tersebut, pendidikan karakter harus dikenalkan dan dibiasakan sejak dini baik di rumah melalui keteladanan orang tua, maupun di sekolah melalui keteladanan guru. Beberapa kebiasaan baik yang dikembangkan di sekolah, terutama pendidikan dasar (SD dan SMP) adalah :

Sekelumit Informasi tentang ProGAS

  • Sekolah yang menerima bantuan ProGAS merupakan sekolah yang masih aktif beroperasi, memiliki NPSN, dan izin operasional bagi sekolah swasta. Dengan demikian, sekolah ini wajib memiliki kepala sekolah yang definitif yang dibuktikan dengan surat keputusan yang masih berlaku dari pejabat yang berwenang atau badan penyelenggara pendidikan. Sekolah juga harus memiliki komite sekolah dan rekening bank atas nama sekolah.
  • Pendidikan gizi kepada peserta didik dilakukan bersamaan dengan pemberian sarapan, selama 15-30 menit sebelum pelajaran dimulai. Selain itu, dapat pula diintegrasikan dengan mata pelajaran terkait dengan memasukkan pesan-pesan terkait pendidikan gizi. Peserta didik juga dapat dikenalkan pada kegiatan pengenalan gizi melalui ekstrakurikuler seperti pramuka, olah raga, seni, dokter kecil, dan inspektur cilik.
  • Melalui pendidikan gizi semacam ini, peserta didik juga mendapat materi penguatan pendidikan karakter (PPK). PPK ini memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.
  • Beberapa contoh dari pelaksanaan PPK di ProGAS adalah menanamkan budaya kejujuran dengan tidak mengambil hak orang lain, menanamkan budaya mencintai tanah air dengan mencintai produk dan makanan lokal, menghargai petani, peternak, dan nelayan, menanamkan budaya bersyukur dengan berdoa sebelum dan sesudah makan, menerima dan menyukai makanan yang disajikan, serta nilai-nilai lain yang bermanfaat. Mencuci tangan, budaya antre, berdoa sebelum dan sesudah makan, tertib pada saat makan, mencintai makanan lokal, membantu menyiapkan dan membereskan makanan, mengambil secukupnya dan tidak menyisakan makanan, menyikat gigi, merawat kuku agar tetap pendek dan bersih, serta menjaga kebersihan lingkungan.

Baca Juga: Tanggung Jawab Kepala Daerah dalam Atasi Stunting.

 

Dengan pendidikan karakter yang ditanamkan melalui kebiasaan-kebiasaan baik ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan emosional, sosial dan fisik, yang siap untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi. Dengan peningkatan kemampuan untuk bersaing ini, siswa nantinya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya dan menurunkan kesenjangan.

Pada 2016, ProGAS menyasar pada 38.448 siswa SD di Provinsi NTT yang merupakan kabupaten masuk dalam peta wilayah rawan pangan dan Banten. Sebelum ProGAS, Kemendikbud telah melaksanakan program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS).

Program ini tidak berlanjut di seluruh daerah sebagaimana yang diharapkan, hanya beberapa daerah yang melaksanakan PMTAS secara mandiri. pada 2010 dan 2011, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah berubah menjadi Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah dalam bentuk kudapan, di 27 Kabupaten pada 27 provinsi.

Program pemberian sarapan ini dilanjutkan hingga 2017, karena dari evaluasi yang dilakukan program ini memberi manfaat sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan kegiatan ProGAS. Di 2017, ProGAS diberikan kepada 100.000 siswa di 11 kabupaten pada lima provinsi yang termasuk dalam peta kerawanan pangan nasional yang dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan World Food Program (WFP), kecuali Kabupaten Tangerang (4 sekolah) yang kondisinya tidak berbeda jauh dengan sekolah di kabupaten yang dipilih lainnya.

Baca Juga: Pesan untuk Orangtua Perhatikan Gizi Anak Agar Tidak Stunting

 

Bantuan ProGAS 2017 dilaksanakan dengan rencana penyediaan sarapan untuk 120 hari makan anak (HMA) yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah penerima bantuan. Ketentuan pemberian sarapan ini adalah sejumlah 3-4 kali seminggu pada hari sekolah. Dari ProGAS ini diharapkan dapat meningkatkan asupan gizi peserta didik melalui penyediaan konsumsi pangan dengan prinsip gizi seimbang.

Efek jangka panjangnya, siswa lebih paham tentang pengetahuan, sikap, dan praktik gizi seimbang yang meningkatkan ketahanan fisik peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Dengan kata lain, ProGAS diharapkan dapat meningkatkan ketahanan jasmani peserta didik dan meningkatkan kecintaan mereka terhadap pangan lokal.

Dari sisi masyarakat, ProGAS mendorong meningkatnya partisipas masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan keanekaragaman pangan lokal sebagai bahan baku. Dengan meningkatnya penggunaan pangan lokal, diharapkan akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat setempat. (*)