Revitalisasi Pendidikan Vokasi Untuk Tingkatkan Daya Saing Bangsa Hadapi Revolusi Industri 4.0

Halaman : 10
Edisi 68/November2024

Bonus demografi yang akan segera terjadi di Indonesia, menjadi perhatian khusus Kabinet Kerja untuk mempersiapkan tenaga kerja yang mampu bersaing di pasar global. Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dan menyongsong bonus demografi perlu dilakukan revitalisasi pendidikan vokasi yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi.

Revitalisasi pendidikan vokasi dilakukan untuk menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, bermutu, dan relevan dengan tuntutan dunia kerja yang terus berkembang. Revitalisasi pendidikan vokasi diproyeksikan untuk menyiapkan tambahan 58 juta tenaga kerja dengan keterampilan Abad ke-21 pada kurun 15 tahun mendatang. Targetnya, Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh dunia pada tahun 2030.

Baca Juga: Program Indonesia Pintar Lima Tahun Luaskan Akses Pendidikan

Dalam revitalisasi pendidikan vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki peran yang strategis. Kemendikbud melakukan berbagai program revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK), pendidikan khusus, serta lembaga kursus dan pelatihan (LKP). Program-program Kemendikbud terkait revitalisasi pendidikan vokasi antara lain menambah jumlah guru produktif, meningkatkan kompetensi guru produktif, perbaikan sarana dan prasarana praktikum, sertifikasi keterampilan bagi guru dan siswa SMK, kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), dan lain-lain.

Revitaliasasi di SMK

Revitalisasi SMK dipayungi dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Hadirnya Inpres tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) lulusan SMK. Inpres tersebut mengamanatkan Kemendikbud melakukan penyelarasan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, kerja sama dengan kementerian dan lembaga yang terkait, serta penyesuaian standar kompetensi pendidikan vokasi dengan kebutuhan pasar kerja.

Sebagai tindak lanjut Inpres Nomor 9 Tahun 2016, Kemendikbud menyusun peta jalan revitalisasi SMK. Selain itu pemenuhan kebutuhan guru produktif dan peningkatan kompetensi guru produktif juga dijalankan. Pemenuhan kebutuhan guru produktif dijalankan dengan program keahlian ganda. Program keahlian ganda merupakan solusi yang paling tepat dijalankan, karena jumlah guru produktif masih sangat kurang sementara untuk melakukan pengadaan guru pegawai negeri sipil (PNS) tidak dapat dilakukan dengan cepat. Program keahlian ganda dilaksanakan dengan melakukan pelatihan kepada guru-guru normatif adaptif agar memiliki kompetensi sebagai guru produktif.

Untuk meningkatkan kompetensi guru produktif di SMK, Kemendikbud mendorong guru produktif memiliki sertifikasi keahlian sesuai bidangnya. Sejalan dengan hal itu, Kemendikbud bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mengembangkan SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP – P1). Jumlah LSP – P1 terus ditambah dari tahun ke tahun. Tahun 2016, jumlahnya 321 lembaga, tahun 2017 meningkat menjadi 431 lembaga, tahun 2018 menjadi 837 lembaga, dan tahun 2019 jumlahnya menjadi 914 lembaga.

Baca Juga: Penguatan Pendidikan Karakter Fondasi dan Roh Utama Pendidikan

Kemendikbud juga memfasilitasi kerja sama SMK dengan DUDI. Kerja sama tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak, terutama lulusan SMK akan lebih mudah terserap oleh dunia kerja. Tahun 2016, sebanyak 26.206 SMK bekerja sama dengan DUDI. Tahun 2017, jumlah tersebut meningkat menjadi 34.116 SMK, tahun 2018 naik menjadi 40.052 SMK, dan tahun 2019 (per bulan Juli 2019) berjumlah 40.095 SMK.

Selain itu Kemendikbud juga memberikan bantuan untuk pengembangan teaching factory di SMK. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi barang atau jasa yang mengacu pada standard an prosedur yang berlaku di dunia industri. Adanya teaching factory akan membuat lulusan SMK terbiasa bekerja mengikuti prosedur baku untuk menghasilkan barang atau jasa dengan standar yang sama dengan di dunia industri. Tahun 2016, jumlah teaching factory yang dibangun berjumlah 73 unit. Tahun 2017 meningkat menjadi 200 unit, tahun 2017 menjadi 228 unit, dan tahun 2019 meningkat menjadi 500 unit teaching factory.

Pendidikan Khusus

Untuk mendukung Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus Kemendikbud menggulirkan Program Revitalisasi Pendidikan Keterampilan/Vokasi di Satuan Pendidikan Khusus. Hal tersebut semakin menguatkan program keterampilan pada Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini karena prioritas utama bagi satuan pendidikan khusus adalah memberikan layanan pendidikan yang berorientasi pada program keterampilan atau vokasi kepada peserta didik penyandang disabilitas.

Peserta didik berkebutuhan khusus yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, intelektual, mental, dan sensorik, harus diberikan keterampilan agar dapat mandiri. Mata pelajaran keterampilan ini telah diakomodir dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus, di mana terdapat 20 mata pelajaran keterampilan.

Baca Juga: Komitmen Melaksanakan Amanat UU Pemajuan Kebudayaan

Program-program Kemendikbud untuk revitalisasi vokasi pendidikan khusus antara lain meningkatkan kompetensi guru dan peserta didik, dan pengembangan kewirausahaan. Selain itu Kemendikbud bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan BNSP menyusun Standar Kompetensi Kerja Khusus bagi Penyandang Disabilitas.

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP)

LKP juga memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing SDM Indonesia. Program-program Kemendikbud untuk meningkatkan peran LKP adalah program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW).

Tujuan kedua program tersebut adalah membekali peserta didik yang belajar di LKP dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja serta mendorong tumbuhnya jiwa wirausaha. Selain itu berbagai inovasi yang dilakukan Kemendikbud antara lain pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pengajuan bantuan maupun proses pembelajaran, alih media bahan pembelajaran dalam bentuk buku elektronik, dan pengembangan keterampilan yang berbasis potensi atau kearifan lokal. (WID)