Literasi merupakan keterampilan wajib yang harus dimiliki generasi penerus di era global dan modern. Mengacu World Economic Forum 2015, cakupan literasi meliputi literasi sains, digital, finansial, budaya dan kewarganegaraan, baca dan tulis, numerasi, dan sains.
Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ilza Mayuni menggarisbawahi literasi bukan lagi sekadar urusan bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, tetapi telah menjadi syarat kecakapan hidup dan kemampuan bersaing satu negara dalam persaingan pasar kerja.
Karena itu, diperlukan pemahaman dalam berbagai ranah literasi, seperti literasi numerasi, sains, digital, dan finansial. Survei membuktikan bahwa negara-negara yang budaya literasinya tinggi berbanding lurus dengan kemampuan bangsa tersebut dalam memenangi persaingan global, terutama dalam penguasaan ilmu dan teknologi, kehebatan ekonomi, serta sukses dalam persaingan pasar kerja.
Sebelumnya, di tahun 2016, Gerakan Literasi Nasional (GLN) menetapkan tahapan rintisan dan pengenalan dengan berkonsolidasi antar unit utama. Di tahun yang sama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang melahirkan Gerakan Literasi Sekolah. Penerapan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) berkesinambungan berupaya untuk ciptakan ekosistem sekolah yang gemar membaca (literat).
Peremajaan GLS di tahun 2017 merujuk kepada peta jalan GLN yang menitikberatkan kepada Penyelarasan dan Pelaksanaan Literasi. Rujukan ini berupaya untuk mengintegrasikan kegiatan pembelajaran agar dapat menjadi basis pengembangan kurikulum, sehingga literasi lebih dapat mengakar bagi siswa, guru, dan lingkungan sekolah.
Baca Juga: Gerakan Literasi Masyarakat dalam Perkembangannya
Terdapat lima agenda besar kegiatan yaitu penyusunan peta jalan, sinkronisasi lintas unit utama, pelibatan public dalam kampanye literasi nasional, pengembangan kemitraan dengan kementerian/lembaga, dan pencanangan GLN.
Manifestasi agenda kegiatan berupa Program 15 Menit Membaca. Program ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, bisa di awal/sebelum KBM, atau di tengah, maupun di akhir KBM. Namun kegiatan di awal akan lebih baik karena memudahkan pengaturan jadwal KBM.
Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik gemar membaca, dan membaca menjadi kebiasaan serta gaya hidup. Prinsip Tujuan Kegiatan 15 menit membaca disesuaikan dengan kondisi sekolah, bisa di awal/sebelum KBM, atau di tengah, maupun di akhir KBM.
Pada penerapannya, siswa tidak diperkenankan untuk membaca buku teks pelajaran, tidak menuntut adanya evaluasi, dievaluasi, berupaya agar diminati peserta didik, tidak diikuti oleh tugas-tugas lainnya, dan menggunakan pendekatan yang menyenangkan. Program kedua, pembentukan tim literasi sekolah. Tim ini dimotori oleh Kepala Sekolah dengan salah seorang guru yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Literasi Sekolah. Ketua ini bersinergi dengan satu orang guru dan pengurus perpustkaan sekolah/Taman Bacaan Sekolah sebagai anggota. Pada saat ang sama, terdapat Adiwiyata dengan beranggotakan satu orang guru.
Baca Juga: Gerakan Indonesia Membaca Upaya Menumbuhkan Budaya Baca untuk Semua
Tugas tim yaitu menjadwalkan dan mengawal program 15 menit membaca setiap hari, melaksanakan monitoring dan evaluasi internal, membangun jejaring dengan pihak eksternal, melibatkan publik dalam berbagai acara GLS, mengembangkan perpustakaan dan sudut baca sekolah, bekerja sama dengan guru dan peserta didik untuk membangun sudut baca kelas, melakukan asesmen tiap minggu untuk kegiatan yang sudah dilaksanakan, mengevaluasi pelaksanaan GLS setiap semester.
Ketiga, penciptaan ekosistem sekolah yang literat. Langkah ini terbagi atas bentuk lingkungan fisik dengan memajang karya peserta didik di sepanjang lingkungan sekolah, merotasi karya peserta didik secara berkala, menyediakan buku dan materi bacaan lain di sudut baca semua ruang kelas untuk peserta didik, dan orang tua, memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak di kantor kepala sekolah, melakukan dialog dengan warga sekolah dan lingkungan sekitar sekolah.
Keempat, menyediakan sudut baca. Sudut baca menjadi factor pendukung utama sebagai sarana siswa mengekspresikan minat baca siswa. Sudut ini bersifat fleksibel, dapat dibuat di kebun sekolah, halaman, kantin sekolah, koridor, area tunggu orang tua, dan area lain di sekolah. Tidak hanya itu, ibuat aman dan menyenangkan dengan meja, kursi, dan atap. Koleksi buku dapat disimpan di gerobak buku atau rak beroda agar dapat dipindahkan dengan mudah.
Baca Juga: Kampung Literasi Ciptakan Masyarakat Pembelajar
Kelima, memfasilitasi perpustakaan sekolah sebagai pusat sumber belajar di sekolah. Komposisi perpustakaan mencakup dinding perpustakaan dengan memajang poster kampanye membaca, karya siswa, klasifikasi buku, jadwal dan tata-tertib menggunakan perpustakaan. Adanya perabot yang aman bagi siswa, rak buku diberi label sesuai dengan kategori bahan pustaka, penomoran/ label rak dipasang dengan jelas dan sistematis, peletakan rak buku ditata agar tidak menghalangi gerak siswa.
Perpustakaan sekolah harus memiliki sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik, atap perpustakaan tidak bocor, dinding dan lantai perpustakaan kokoh, nyaman dan bersih. Kemudian, pintu dan jendela berfungsi dengan baik. Pada sisi koleksi, perpustakaan memiliki buku, kamus, ensiklopedia, majalah/koran, kliping, media auditori (kaset, CD) dan media digital. (*)